1.
Pendahuluan
Dalam kehidupan
sehari-hari menjadi suatu yang mutlak adanya kemampuan memecahkan masalah.
Karena itu, kemampuan pemecahan masalah harus menjadi salah satu tujuan
pembelajaran. Secara khusus, pembelajaran Matematika dipandang sebagai suatu
cara mengajarkan siswa memiliki kemampuan pemecahan masalah.
Dalam pembelajaran, khususnya pembelajaran matematika di SMP tidaklah cukup hanya diberikan
sejumlah besar pengetahuan kepada para siswa, akan tetapi para siswa perlu
memiliki keterampilan untuk membuat
pilihan-pilihan dan menyelesaikan berbagai masalah dengan menggunakan penalaran
yang logis.
Salah satu
cara untuk meningkatkan kemampuan berpikir siswa adalah dengan memberikan sejumlah
keterampilan problem-solving (pemecahan
masalah). Keterampilan menyelesaikan masalah tersebut akan dicapai siswa jika
dalam pembelajaran guru mengkondisikan siswa untuk dapat mengkontruksi
pengetahuannya dan memfasilitasi siswa untuk melakukan aktivitas belajar yang
melibatkan pemecahan masalah. Untuk membelajarkan pemecahan masalah salah satu
pendekatan yang dapat digunakan adalah Contextual
Teaching and Learning (CTL), karena CTL
merupakan strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan
siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajarinya dan
menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk
dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka. Oleh karena itu, dengan menerapkan
pendekatan CTL diharapkan siswa akan menguasai keterampilan berpikir dan
memecahkan masalah matematika dengan baik. Dengan penyajian masalah yang dekat
dengan kehidupan nyata siswa, diharapkan siswa akan memiliki kemampuan terbiasa
menghadapi masalah dalam kehidupan mereka sehari-hari.
2.
Pemecahan Masalah Matematika
Tidak semua
tugas, pekerjaan, atau soal yang diberikan kepada siswa dianggap sebagai suatu
masalah. Misalnya saja, soal matematika kelas 1 SD bukan merupakan masalah bagi
siswa SMP. Menurut Schoen (1980:216)
dalam Sugiman dkk, masalah berada diantara latihan komputasi (yang
strategi solusinya segera diketahui) dan teka-teki (yang tidak mempunyai
kondisi strategi solusi yang jelas dan mungkin hanya dimengerti problem
solver yang terampil). Akibatnya seringkali seseorang yang tidak terampil mengalami kesulitan dalam
menentukan apakah suatu soal termasuk masalah atau bukan masalah. Dalam hal
ini, beberapa ahli telah membuat ciri-ciri kapan suatu soal dikatakan masalah
atau bukan masalah.
Ada tiga
syarat suatu persoalan dikatakan masalah (Ruseffendi, 2006: 335-342; Schoen,
1980: 216 dalam Sugiman dkk).
a. Apabila persoalan tersebut belum diketahui bagaimana prosedur
menyelesaikannya. Persoalan yang sudah diketahui bagaimana cara
menyelesaikannya hanyalah disebut dengan soal-soal rutin. Untuk menyelesaikan
soal ini siswa hanya perlu melakukan komputasi dengan memakai rumus yang telah
diketahuinya.
b. Apabila persoalan tersebut sesuai dengan tingkat berfikir dan
pengetahuan prasyarat siswa, soal yang terlalu mudah atau sebaliknya terlalu
sulit bukan merupakan masalah.
c. Apabila siswa mempunyai niat untuk menyelesaikan persoalan
tersebut. Untuk memunculkan keinginan siswa untuk mau mencari solusi, dapat
dilakukan dengan cara membuat soal yang tingkat kesukarannya berada sedikit di
atas kemampuannya namun tidak boleh diluar ZPD (Zone of Proximal Development)
siswa yang bersangkutan.
3.
Karakteristik Masalah Matematika dan Langkah-langkah Pemecahannya
Untuk
tujuan pembelajaran yang berbasis pemecahan masalah dalam diperlukan adanya
soal-soal yang memenuhi kriteria soal pemecahan masalah. Sebagai pedoman penyusunan
soal pemecahan masalah, Fung dan Roland (2004) memberikan beberapa karakteristik
suatu masalah. Menurut Fung dan Roland (dalam Sugiman dkk) masalah matematik
yang baik bagi siswa sekolah hendaknya memenuhi kriteria berikut.
a. Masalah hendaknya memerlukan lebih dari satu langkah dalam
menyelesaikannya;
b. Masalah hendaknya dapat diselesaikan dengan lebih dari satu
cara/metode;
c. Masalah hendaknya menggunakan bahasa yang jelas dan tidak
menimbulkan salah tafsir;
d. Masalah hendaknya menarik (menantang) serta relevan dengan
kehidupan siswa; dan
e. Masalah hendaknya mengandung nilai (konsep) matematik yang nyata
sehingga masalah tersebut dapat meningkatkan pemahaman dan memperluas
pengetahuan matematika siswa.
Sementara
itu, menurut Polya (1973), ada dua macam masalah Matematika yaitu (1) menemukan (bilangan, lukisan, dan sebagainya)
dan (2) membuktikan. Untuk memecahkan kedua masalah tersebut strategi pemecahan
umumnya sama. Namun strategi pemecahan khususnya dapat berbeda, tergantung pada
jenis atau substansi masalahnya. Untuk memecahkan masalah ‘menemukan’ karena kadang-kadang
bersifat terbuka atau investigatif, maka yang perlu dimiliki pemecah masalah adalah
kreativitas melalui latihan pengembangan alternatif.
Menurut
Polya dalam memecahkan masalah terdapat 4 (empat) langkah utama sebagai berikut:
a.
Memahami masalah
1)
Apa yang tidak diketahui
(yang ditanyakan)? Apa datanya (yang diketahui)? Apa syarat-syaratnya?
2)
Apakah datanya cukup untuk
mememecahkan masalah itu? Atau tidak cukup sehingga perlu ‘pertolongan’? Atau
bahkan berlebih sehingga harus ada yang diabaikan? Atau bertentangan?
3)
Jika perlu dibuat diagram
yang menggambarkan situasinya.
4)
Pisah-pisahkan
syarat-syaratnya jika ada. Dapatkah masalahnya ditulis kembali dengan lebih
sederhana sesuai yang diperoleh di atas?
b. Menyusun rencana pemecahan masalah
1)
Pernahkah Anda menghadapi
masalah tersebut? Atau yang serupa dengan masalah tersebut?
2)
Tahukah Anda masalah (lain)
yang terkait dengan masalah itu? Adakah teorema yang bermanfaat untuk
digunakan?
3)
Jika Anda pernah menghadapi
masalah serupa, dapatkah strategi atau bagian cara memecahkannya digunakan di
sini? Atau, dapatkah hasilnya digunakan di sini? Dapatkah metodenya yang
digunakan? Perlukah Anda mengintrodusir elemen baru terkait yang dapat
digunakan untuk menyelesaikannya?
4)
Dapatkah masalahnya
dinyatakan kembali dengan lebih sederhana dan jelas? Dapatkah dinyatakan dengan
cara berbeda? Perlukah kembali ke beberapa definisi?
5)
Jika Anda tidak segera dapat
menyelesaikan masalah tersebut, cobalah memecahkan masalah serupa yang lebih
sederhana.
6)
Apakah semua data telah Anda
gunakan? Apakah semua syarat telah Anda gunakan? Apakah Anda telah memasukkan
sesuatu hal lain yang penting dalam memecahkan masalah itu?
c.
Melaksanakan rencana
Melaksanakan rencana pemecahan masalah dengan setiap kali mengecek
kebenaran di setiap langkah. Dapatkah Anda peroleh bahwa setiap langkah telah benar?
Dapatkah Anda buktikan bahwa setiap langkah sungguh benar?
d.
Menguji kembali atau verifikasi
1)
Cek atau ujilah hasilnya.
Periksa juga argumennya.
2)
Apakah hasilnya berbeda?
Apakah secara sepintas dapat dilihat?
3)
Dapatkah Anda gunakan hasil
atau metodenya untuk menyelesaikan masalah lain?
Mengacu pada
pandangan Polya tentang langkah-langkah pemecahan masalah tersebut, beberapa hal yang harus dilakukan
adalah memahami masalahnya secara teliti, membedakan mana yang merupakan hal yang diketahui dan mana yang merupakan
masalah yang harus dipecahkan. Dari kedua
hal tersebut dicari jembatan yang menghubungkan antara yang ditanyakan
dan yang diketahui. Seseorang
akan dengan lebih mudah memecahkan masalah hanya jika sering menghadapi masalah yang beragam
dasar strategi permasalahannya. Oleh karena itu bekal utama yang diperlukan dalam memecahkan masalah adalah keuletan
yang dilandasi pengetahuan
dasar yang luas dan pemahaman yang mendalam tentang masalah tersebut.
4.
Pemecahan Masalah dan CTL
Pada bagian
pendahuluan sudah dinyatakan bahwa Contextual
Teaching and Learning (CTL) merupakan strategi pembelajaran yang menekankan
kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang
dipelajarinya dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga
mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka. CTL bukan hanya mengharapkan siswa
dapat memahami materi yang dipelajarinya, akan tetapi bagaimana materi
pelajaran itu dapat mewarnai perilakunya dalam kehidupan sehari-hari. Dalam
CTL, proses belajar diorientasikan pada proses pengalaman secara langsung,
siswa dituntut untuk dapat menangkap hubungan pengalaman belajar di sekolah
dengan kehidupan nyata. Disinilah
hubungan erat antara CTL dengan pemecahan masalah, pembelajaran dikondisikan
untuk memfasilitasi siswa agar dapat mengkontruksi pengetahuannya sendiri dan
melakukan aktivitas belajar yang melibatkan masalah, dimana masalah yang
disajikan berkaitan erat dengan kehidupan siswa itu sendiri (kontekstual).
Dengan pemecahan masalah melalui pendekatan CTL ini diharapkan siswa terbiasa
mengenali masalah-masalah dalam kehidupannya dan mampu memecahkan masalah
tersebut secara logis menurut penalarannya. Bomar menekankan adanya keyakinan
bahwa semakin sering siswa menyelesaikan masalah-masalah nyata dalam
kehidupannya, semakin besar peluang siswa terbiasa memecahkan masalah yang di
hadapinya dalam kehidupan kelak setelah selesai masa sekolahnya.
Referensi:
a. Buku:
G. Polya. 1973. How To Solve It: A New Aspect of Mathematical Method. 2nd Edition. Princeton: New
Jersey
b. Jurnal:
Atmini Dhoruri Meningkatkan
Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika
Siswa SMP melalui Pembelajaran dengan
Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik (PMR)
Michael
Bomar.
2009. Real Life Problem Solving in Eighth Grade Mathematics. Wahoo, Nebraska
Sugiman, Yaya S. Kusumah dan Jozua
Sabandar. Pemecahan Masalah
Matematik Dalam Matematika Realistik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar