Kamis, 06 November 2014

Pemecahan Masalah Matematika dengan pendekatan CTL



1.    Pendahuluan
Dalam kehidupan sehari-hari menjadi suatu yang mutlak adanya kemampuan memecahkan masalah. Karena itu, kemampuan pemecahan masalah harus menjadi salah satu tujuan pembelajaran. Secara khusus, pembelajaran Matematika dipandang sebagai suatu cara mengajarkan siswa memiliki kemampuan pemecahan masalah.
Dalam pembelajaran, khususnya pembelajaran matematika  di SMP tidaklah cukup hanya diberikan sejumlah besar pengetahuan kepada para siswa, akan tetapi para siswa perlu memiliki  keterampilan untuk membuat pilihan-pilihan dan menyelesaikan berbagai masalah dengan menggunakan penalaran yang logis.
Salah satu cara untuk meningkatkan kemampuan berpikir siswa adalah dengan memberikan sejumlah keterampilan problem-solving (pemecahan masalah). Keterampilan menyelesaikan masalah tersebut akan dicapai siswa jika dalam pembelajaran guru mengkondisikan siswa untuk dapat mengkontruksi pengetahuannya dan memfasilitasi siswa untuk melakukan aktivitas belajar yang melibatkan pemecahan masalah. Untuk membelajarkan pemecahan masalah salah satu pendekatan yang dapat digunakan adalah Contextual Teaching and Learning (CTL), karena CTL merupakan strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajarinya dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka. Oleh karena itu, dengan menerapkan pendekatan CTL diharapkan siswa akan menguasai keterampilan berpikir dan memecahkan masalah matematika dengan baik. Dengan penyajian masalah yang dekat dengan kehidupan nyata siswa, diharapkan siswa akan memiliki kemampuan terbiasa menghadapi masalah dalam kehidupan mereka sehari-hari.



2.    Pemecahan Masalah Matematika
Tidak semua tugas, pekerjaan, atau soal yang diberikan kepada siswa dianggap sebagai suatu masalah. Misalnya saja, soal matematika kelas 1 SD bukan merupakan masalah bagi siswa SMP.  Menurut Schoen (1980:216) dalam Sugiman dkk, masalah berada diantara latihan komputasi (yang strategi solusinya segera diketahui) dan teka-teki (yang tidak mempunyai kondisi strategi solusi yang jelas dan mungkin hanya dimengerti problem solver yang terampil). Akibatnya seringkali seseorang  yang tidak terampil mengalami kesulitan dalam menentukan apakah suatu soal termasuk masalah atau bukan masalah. Dalam hal ini, beberapa ahli telah membuat ciri-ciri kapan suatu soal dikatakan masalah atau bukan masalah.
Ada tiga syarat suatu persoalan dikatakan masalah (Ruseffendi, 2006: 335-342; Schoen, 1980: 216 dalam Sugiman dkk).
a.    Apabila persoalan tersebut belum diketahui bagaimana prosedur menyelesaikannya. Persoalan yang sudah diketahui bagaimana cara menyelesaikannya hanyalah disebut dengan soal-soal rutin. Untuk menyelesaikan soal ini siswa hanya perlu melakukan komputasi dengan memakai rumus yang telah diketahuinya.
b.    Apabila persoalan tersebut sesuai dengan tingkat berfikir dan pengetahuan prasyarat siswa, soal yang terlalu mudah atau sebaliknya terlalu sulit bukan merupakan masalah. 
c.    Apabila siswa mempunyai niat untuk menyelesaikan persoalan tersebut. Untuk memunculkan keinginan siswa untuk mau mencari solusi, dapat dilakukan dengan cara membuat soal yang tingkat kesukarannya berada sedikit di atas kemampuannya namun tidak boleh diluar ZPD (Zone of Proximal Development) siswa yang bersangkutan.

3.    Karakteristik Masalah Matematika dan Langkah-langkah Pemecahannya
Untuk tujuan pembelajaran yang berbasis pemecahan masalah dalam diperlukan adanya soal-soal yang memenuhi kriteria soal pemecahan masalah. Sebagai pedoman penyusunan soal pemecahan masalah, Fung dan Roland (2004) memberikan beberapa karakteristik suatu masalah. Menurut Fung dan Roland (dalam Sugiman dkk) masalah matematik yang baik bagi siswa sekolah hendaknya memenuhi kriteria berikut.
a.    Masalah hendaknya memerlukan lebih dari satu langkah dalam menyelesaikannya;
b.    Masalah hendaknya dapat diselesaikan dengan lebih dari satu cara/metode;
c.    Masalah hendaknya menggunakan bahasa yang jelas dan tidak menimbulkan salah tafsir;
d.   Masalah hendaknya menarik (menantang) serta relevan dengan kehidupan siswa; dan
e.    Masalah hendaknya mengandung nilai (konsep) matematik yang nyata sehingga masalah tersebut dapat meningkatkan pemahaman dan memperluas pengetahuan matematika siswa.
Sementara itu, menurut Polya (1973), ada dua macam masalah Matematika  yaitu (1) menemukan (bilangan, lukisan, dan sebagainya) dan (2) membuktikan. Untuk memecahkan kedua masalah tersebut strategi pemecahan umumnya sama. Namun strategi pemecahan khususnya dapat berbeda, tergantung pada jenis atau substansi masalahnya. Untuk memecahkan masalah ‘menemukan’ karena kadang-kadang bersifat terbuka atau investigatif, maka yang perlu dimiliki pemecah masalah adalah kreativitas melalui latihan pengembangan alternatif.
Menurut Polya dalam memecahkan masalah terdapat 4 (empat) langkah utama sebagai berikut:
a.    Memahami masalah
1)      Apa yang tidak diketahui (yang ditanyakan)? Apa datanya (yang diketahui)? Apa syarat-syaratnya?
2)      Apakah datanya cukup untuk mememecahkan masalah itu? Atau tidak cukup sehingga perlu ‘pertolongan’? Atau bahkan berlebih sehingga harus ada yang diabaikan? Atau bertentangan?
3)      Jika perlu dibuat diagram yang menggambarkan situasinya.
4)      Pisah-pisahkan syarat-syaratnya jika ada. Dapatkah masalahnya ditulis kembali dengan lebih sederhana sesuai yang diperoleh di atas?
b.   Menyusun rencana pemecahan masalah
1)      Pernahkah Anda menghadapi masalah tersebut? Atau yang serupa dengan masalah tersebut?
2)      Tahukah Anda masalah (lain) yang terkait dengan masalah itu? Adakah teorema yang bermanfaat untuk digunakan?
3)      Jika Anda pernah menghadapi masalah serupa, dapatkah strategi atau bagian cara memecahkannya digunakan di sini? Atau, dapatkah hasilnya digunakan di sini? Dapatkah metodenya yang digunakan? Perlukah Anda mengintrodusir elemen baru terkait yang dapat digunakan untuk menyelesaikannya?
4)      Dapatkah masalahnya dinyatakan kembali dengan lebih sederhana dan jelas? Dapatkah dinyatakan dengan cara berbeda? Perlukah kembali ke beberapa definisi?
5)      Jika Anda tidak segera dapat menyelesaikan masalah tersebut, cobalah memecahkan masalah serupa yang lebih sederhana.
6)      Apakah semua data telah Anda gunakan? Apakah semua syarat telah Anda gunakan? Apakah Anda telah memasukkan sesuatu hal lain yang penting dalam memecahkan masalah itu?
c.    Melaksanakan rencana
Melaksanakan rencana pemecahan masalah dengan setiap kali mengecek kebenaran di setiap langkah. Dapatkah Anda peroleh bahwa setiap langkah telah benar? Dapatkah Anda buktikan bahwa setiap langkah sungguh benar?
d.   Menguji kembali atau verifikasi
1)      Cek atau ujilah hasilnya. Periksa juga argumennya.
2)      Apakah hasilnya berbeda? Apakah secara sepintas dapat dilihat?
3)      Dapatkah Anda gunakan hasil atau metodenya untuk menyelesaikan masalah lain?
Mengacu pada pandangan Polya tentang langkah-langkah pemecahan masalah tersebut, beberapa hal yang harus dilakukan adalah memahami masalahnya secara teliti, membedakan mana yang merupakan hal yang diketahui dan mana yang merupakan masalah yang harus dipecahkan. Dari kedua hal tersebut dicari jembatan yang menghubungkan antara yang ditanyakan dan yang diketahui. Seseorang akan dengan lebih mudah memecahkan masalah hanya jika sering menghadapi masalah yang beragam dasar strategi permasalahannya. Oleh karena itu bekal utama yang diperlukan dalam memecahkan masalah adalah keuletan yang dilandasi pengetahuan dasar yang luas dan pemahaman yang mendalam tentang masalah tersebut.

4.    Pemecahan Masalah dan CTL
Pada bagian pendahuluan sudah dinyatakan bahwa Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajarinya dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka. CTL bukan hanya mengharapkan siswa dapat memahami materi yang dipelajarinya, akan tetapi bagaimana materi pelajaran itu dapat mewarnai perilakunya dalam kehidupan sehari-hari. Dalam CTL, proses belajar diorientasikan pada proses pengalaman secara langsung, siswa dituntut untuk dapat menangkap hubungan pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. Disinilah hubungan erat antara CTL dengan pemecahan masalah, pembelajaran dikondisikan untuk memfasilitasi siswa agar dapat mengkontruksi pengetahuannya sendiri dan melakukan aktivitas belajar yang melibatkan masalah, dimana masalah yang disajikan berkaitan erat dengan kehidupan siswa itu sendiri (kontekstual). Dengan pemecahan masalah melalui pendekatan CTL ini diharapkan siswa terbiasa mengenali masalah-masalah dalam kehidupannya dan mampu memecahkan masalah tersebut secara logis menurut penalarannya. Bomar menekankan adanya keyakinan bahwa semakin sering siswa menyelesaikan masalah-masalah nyata dalam kehidupannya, semakin besar peluang siswa terbiasa memecahkan masalah yang di hadapinya dalam kehidupan kelak setelah selesai masa sekolahnya.  



Referensi:
a. Buku:
G. Polya. 1973. How To Solve It: A New Aspect of Mathematical Method. 2nd Edition. Princeton: New Jersey
b. Jurnal:
Atmini Dhoruri Meningkatkan Kemampuan  Pemecahan Masalah Matematika Siswa SMP melalui Pembelajaran dengan  Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik  (PMR)

Michael Bomar. 2009. Real Life Problem Solving in Eighth Grade Mathematics. Wahoo, Nebraska

Sugiman, Yaya S. Kusumah dan Jozua Sabandar. Pemecahan Masalah Matematik Dalam Matematika Realistik.














Tidak ada komentar:

Posting Komentar