Rabu, 26 November 2014

Representasi dan Pemecahan Masalah Matematika melalui PBL



MENINGKATKAN KEMAMPUAN REPRESENTASI DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA MELALUI PROBLEM BASED LEARNING (PBL)
Oleh: Ai Sadidah, Dwi Cahya Sari, Fitraning Tyas

Abstrak
Tulisan ini bertujuan untuk mengkaji Problem Based Learning dalam meningkatkan kemampuan representasi dan pemecahan masalah Matematika. Hasil kajian menunjukkan bahwa kemampuan representasi dan pemecahan masalah Matematika dapat ditingkatkan dengan mengimplementasikan model Problem Based Learning (PBL) dalam pembelajaran Matematika.


PENDAHULUAN
Matematika sebagai bagian dari kurikulum di sekolah, memegang peranan yang sangat penting dalam upaya meningkatkan lulusan yang mampu bertindak atas dasar pemikiran matematika yaitu logis, kritis dan sistematis dalam menyelesaikan persoalan kehidupan sehari-hari atau dalam mempelajari ilmu pengetahuan lainnya. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 menyatakan bahwa:
“Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.

Kurikulum 2013 memuat secara jelas seperangkat kompetensi yang harus dimiliki siswa dalam pembelajaran Matematika. Bab III Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia nomor 58 tahun 2014 tentang kurikulum SMP menyebutkan seperangkat kompetensi tersebut diantaranya adalah siswa diharapkan dapat: mengenal dan menggunakan berbagai manipulasi/transformasi aljabar (mengkuadratkan, memfaktorkan) dalam penyelesaian masalah seperti persamaan dan pertidaksamaan; dan menggunakan simbol dalam pemodelan, mengidentifikasi informasi, memilih dan menggunakan strategi yang paling efektif.
Demikian pula tujuan yang diharapkan dalam pembelajaran matematika oleh National Council of Teachers of Mathematics (NCTM). Berdasarkan standar NCTM (Effendi,2012) ada lima kemampuan matematis yang harus dimiliki oleh siswa yaitu (1) belajar untuk berkomunikasi (mathematical communication); (2) belajar untuk bernalar (mathematical reasoning); (3) belajar untuk memecahkan masalah (mathematical problem solving); (4) belajar untuk mengaitkan ide (mathematical connection); dan (5) belajar untuk mempresentasikan ide-ide (mathematical representation).
Berdasarkan uraian di atas, maka kemampuan representasi dan pemecahan masalah merupakan dua kemampuan yang penting dan harus dimiliki siswa. Namun, fakta di lapangan belumlah sesuai dengan apa yang diharapkan. Berdasarkan pengalaman kami di lapangan dalam mengajar matematika selama ini, kami menemukan bahwa kemampuan siswa dalam representasi dan pemecahan masalah matematika masih rendah. Hal ini sejalan dengan temuan Effendi (2012) bahwa:
“Kenyataan di lapangan pembelajaran matematika masih cenderung berfokus pada buku teks, masih sering dijumpai guru matematika masih terbiasa pada kebiasaan mengajarnya dengan menggunakan langkah-langkah pembelajaran seperti: menyajikan materi pembelajaran, memberikan contoh-contoh soal dan meminta siswa mengerjakan soal-soal latihan yang terdapat dalam buku teks yang mereka gunakan dalam mengajar dan kemudian membahasnya bersama siswa”.

Hal ini didukung oleh Ruseffendi (Effendi,2012) yang menyatakan bahwa:
“Selama ini dalam proses pembelajaran matematika di kelas, pada umumnya siswa mempelajari matematika hanya diberi tahu oleh gurunya dan  bukan melalui kegiatan eksplorasi. Itu semua mengindikasikan bahwa siswa tidak aktif dalam belajar. Melalui proses pembelajaran seperti ini, kecil kemungkinan kemampuan matematis siswa dapat berkembang”.

Dari pemaparan fakta ini, perlu adanya pembelajaran yang mengkondisikan siswa aktif dalam belajar matematika. Henningsen dan Stein (Effendi,2012) mengungkapkan bahwa untuk mengembangkan kemampuan matematis siswa, maka pembelajaran harus menjadi lingkungan dimana siswa mampu terlibat secara aktif dalam banyak kegiatan matematika yang bermanfaat. Siswa harus aktif dalam belajar, tidak hanya menyalin atau mengikuti contoh-contoh tanpa tahu maknanya. Salah satu pembelajaran yang berpusat pada siswa menurut Kurikulum 2013 adalah pembelajaran dengan model Problem Based Learning (PBL).

PEMBAHASAN
1.    Kemampuan Representasi Matematika
Fadillah (Aryanti, Zubaidah& Nursangaji, 2014) mengungkapkan bahwa representasi adalah ungkapan-ungkapan dari ide matematis yang ditampilkan siswa sebagai model atau bentuk pengganti dari suatu situasi masalah yang digunakan untuk menemukan solusi dari suatu masalah yang sedang dihadapinya sebagai hasil dari interpretasi pikirannya.
Menurut Effendi (2012), kemampuan representasi matematis diperlukan siswa untuk menemukan dan membuat suatu alat atau cara berpikir dalam mengkomunikasikan gagasan matematis dari yang sifatnya abstrak menuju konkret, sehingga lebih mudah untuk dipahami. Siswa dapat menghubungkan ide-ide matematis yang mereka miliki untuk dapat membangun pengetahuannya sendiri.  Untuk menghubungkan ide-ide tersebut, mereka dapat merepresentasikan ide tersebut melalui gambar, grafik, simbol, ataupun kata-kata sehingga menjadi lebih sederhana dan mudah dipahami.
Pentingnya kemampuan representasi matematis dapat dilihat dari standar representasi yang ditetapkan oleh NCTM. NCTM (2000:280) menetapkan bahwa program pembelajaran dari pra-taman kanak-kanak sampai kelas 12 harus memungkinkan siswa untuk: (1) menciptakan dan menggunakan representasi untuk mengorganisir, mencatat, dan mengkomunikasikan ide-ide matematis; (2) memilih, menerapkan, dan menerjemahkan representasi matematis untuk memecahkan masalah; dan (3) menggunakan representasi untuk memodelkan dan menginterpretasikan fenomena fisik, sosial, dan fenomena matematis.

2.    Kemampuan Pemecahan Masalah
Menurut Siswono (Suci dan Rosyidi, 2014) yang disebut pemecahan masalah adalah “suatu proses atau upaya individu untuk merespon atau mengatasi halangan atau kendala ketika suatu jawaban atau metode jawaban belum tampak jelas. Siswono (Suci dan Rosyidi, 2014) juga menyebutkan keterampilan-keterampilan yang harus dimiliki siswa dalam pemecahan masalah terdiri dari: (1) keterampilan empiris (perhitungan, pengukuran); (2) keterampilan aplikatif untuk menghadapi situasi yang umum; (3) keterampilan berpikir untuk bekerja pada suatu situasi yang tidak biasa (unfamiliar).
Menurut Polya (1971) dalam memecahkan masalah terdapat 4 (empat) langkah utama yang harus dilakukan yaitu: (1) memahami masalah, (2) menyusun rencana pemecahan masalah, (3) melaksanakan rencana, dan (4) menguji kembali atau verifikasi. Merujuk kepada pendapat Polya maka kemampuan siswa dalam pemecahan masalah akan tergambar dalam langkah-langkah penyelesaian masalah yang dilakukannya.  
NCTM menekankan pentingnya kemampuan pemecahan masalah matematis dengan menetapkan standar pemecahan masalah. NCTM (2000:256) menetapkan bahwa program pembelajaran dari pra-taman kanak-kanak sampai kelas 12 harus memungkinkan siswa untuk: (1) membangun pengetahuan matematika baru melalui pemecahan masalah, (2) memecahkan masalah yang timbul dalam matematika dan dalam konteks lain, (3) menerima dan mengadaptasi berbagai strategi yang tepat untuk memecahkan masalah, dan (4) memantau dan merefleksikan proses pemecahan masalah matematika.

3.    Problem Based Learning (Pembelajaran Berbasis Masalah)
Barrows dalam modul pelatihan kurikulum 2013 menyebutkan bahwa Problem Based Learning (pembelajaran berbasis masalah) mula-mula dikembangkan pada sekolah kedokteran di Ontario Kanada pada 1960-an. Strategi ini dikembangkan sebagai respon atas fakta bahwa para dokter muda yang baru lulus dari sekolah kedokteran itu memiliki pengetahuan yang sangat kaya, tetapi kurang memiliki keterampilan memadai untuk memanfaatkan pengetahuan tersebut dalam praktik sehari-hari. Perkembangan selanjutnya, Problem Based Learning secara lebih luas diterapkan di berbagai mata pelajaran di sekolah maupun perguruan tinggi.
Berdasarkan Permen nomor 58 tahun 2014, model pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning) adalah pendekatan pembelajaran yang menggunakan masalah sebagai langkah awal untuk mendapatkan pengetahuan baru. Hal ini senada yang disampaikan Suyatno (Permen 58/2014) bahwa :
”Model pembelajaran berdasarkan masalah adalah proses pembelajaran yang titik awal pembelajaran dimulai berdasarkan masalah dalam kehidupan nyata siswa dirangsang untuk mempelajari masalah berdasarkan pengetahuan dan pengalaman telah mereka miliki sebelumnya (prior knowledge) untuk membentuk pengetahuan dan pengalaman baru”.

Sedangkan Arends (Permen 58/2014) menyatakan bahwa:

”Model pembelajaran berdasarkan masalah merupakan suatu pendekatan pembelajaran di mana siswa mengerjakan permasalahan yang autentik dengan maksud untuk menyusun pengetahuan mereka sendiri, mengembangkan inkuiri dan keterampilan berpikir tingkat lebih tinggi, mengembangkan kemandirian dan percaya diri ”.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning) merupakan suatu model pembelajaran yang menekankan kepada keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajarinya melalui penggunaan masalah sebagai langkah awal memperoleh pengetahuan baru.
Berbagai pengembang menyatakan bahwa ciri utama model pembelajaran berdasarkan masalah ini menurut Trianto dalam Permen 58/2014, salah satunya dicirikan dengan adanya  kolaborasi. Karakteristik kolaborasi dalam PBL ini tergambar dalam pembelajaran yang dicirikan oleh siswa yang bekerja sama satu dengan yang lainnya, paling sering secara berpasangan atau dalam kelompok kecil. Bekerjasama untuk terlibat dan saling bertukar pendapat dalam melakukan penyelidikan sehingga dapat menyelesaikan permasalahan yang disajikan.
Dengan demikian, kolaborasi dalam PBL akan mendorong siswa terlibat dalam diskusi secara intensif, sehingga secara lisan para siswa akan saling bertanya, menjawab, mengkritisi, dan megoreksi ataupun mengklrarifikasi setiap konsep atau argumen matematis yang muncul. Dalam diskusi tersebut dimungkinkan adanya perkembangan kemampuan siswa dalam membuat dan mengeksplorasi dugaan-dugaan sehingga memantapkan pemahaman siswa atas konsep matematis yang dipelajari. Pada akhirnya, para siswa juga didorong mampu mengkomunikasikan ide mereka, baik secara lisan maupun tertulis dalam rangka menyelesaikan masalah yang diberikan atau membangun konsep pengetahuannya sendiri.
Pada model pembelajaran berdasarkan masalah terdapat lima tahap utama yang dimulai dengan memperkenalkan siswa tehadap masalah yang diakhiri dengan tahap penyajian dan analisis hasil kerja siswa. Kelima tahapan tersebut disajikan dalam bentuk tabel (Nurhadi dalam Permen 58/2014 mengutip).
Tabel 2.1 Sintaks Model pembelajaran berdasarkan masalah
Fase
Indikator
Aktifitas / Kegiatan Guru
1
Orientasi siswa kepada masalah
Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang diperlukan, pengajuan masalah, memotivasi siswa terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah yang dipilihnya.
2
Mengorganisasikan siswa untuk belajar
Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut.
3
Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok
Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen, untuk mendapat penjelasan pemecahan masalah.
4
Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, video, model dan membantu mereka untuk berbagai tugas dengan kelompoknya.
5
Menganalisa dan mengevaluasi proses pemecahan masalah
Guru membantu siswa melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dalam proses-proses yang mereka gunakan.
(Sumber: Permen 58/2014 tentang Kurikulum SMP)
Dari sajian tabel 2.1 di atas terlihat bahwa di dalam Problem Based Learning yang menjadi pusat pembelajaran adalah peserta didik (student-centered), sementara guru berperan sebagai fasilitator yang memfasilitasi peserta didik untuk secara aktif menyelesaikan masalah dan membangun pengetahuannya secara berpasangan ataupun berkelompok (kolaborasi antar peserta didik).

PENUTUP
Problem Based Learning (PBL) merupakan model pembelajaran yang dapat diimplementasikan untuk meningkatkan kemampuan representasi dan pemecahan masalah matematika. Hal ini karena model pembelajaran ini menekankan pada keterlibatan aktif siswa untuk membangun pengetahuannya sendiri melalui penggunaan masalah sebagai langkah awalnya. Selain itu, kolaborasi siswa dalam diskusi memungkinkan siswa berkomunikasi di antara mereka, bekerjasama untuk terlibat dan saling bertukar pendapat dalam melakukan penyelidikan sehingga dapat menyelesaikan permasalahan yang disajikan. Pada saat diskusi berlangsung, dimungkinkan adanya kemampuan siswa merepresentasikan apa yang sudah dipelajari. Di samping itu, melalui diskusi dalam penyelesaian masalah akan meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa dalam pembelajaran matematika.
Berdasarkan paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa:
1.    Terdapat pengaruh implementasi model Problem Based Learning (PBL) terhadap peningkatan kemampuan representasi matematika siswa.
2.    Terdapat pengaruh implementasi model Problem Based Learning (PBL) terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa.


DAFTAR PUSTAKA

Aryanti,D., Zubaidah & Nursangaji, A. Kemampuan representasi matematis menurut tingkat kemampuan siswa pada materi segi empat di SMP. Diambil pada tanggal 13 Nopember 2014 dari  http://jurnal.untan.ac.id/index.php/jpdpb/article/download/812/pdf

Effendi, L.A.(2012). Pembelajaran matematika dengan metode penemuan terbimbing untuk meningkatkan kemampuan representasi dan pemecahan masalah matematis siswa SMP. Jurnal Penelitian Pendidikan, 13(2). Diambil pada tanggal 13 Nopember 2014, dari http://jurnal.upi.edu/file/Leo_Adhar.pdf

Modul Pelatihan Implementasi Kurikulum 2013 SMP/MTs. 2014. Materi Pelatihan Guru Implementasi Kurikulum 2013 Tahun Ajaran 2014/2015. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

National Council of Teachers of Mathematic (NCTM). (2000).  Principle and Standards for School Mathematics. NCTM.

Peraturan Menteri. (2014). Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI, Nomor 58,Tahun 2014,  tentang Kurikulum SMP.

Polya,G. 1971. How To Solve It: A New Aspect of Mathematical Method. 2nd Edition. Princeton: New Jersey

Suci,A.A.W.,Rosyidi,A.H. Kemampuan pemecahan masalah matematika siswa pada pembelajaran problem posing berkelompok. Diambil pada tanggal 13 Nopember 2014 dari http://ejournal.unesa.ac.id/article/2349/30/article.pdf

Undang-undang. (2003). Undang-undang, Nomor 23, Tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar