MENINGKATKAN KEMAMPUAN REPRESENTASI
DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA MELALUI PROBLEM
BASED LEARNING (PBL)
Oleh: Ai Sadidah, Dwi Cahya Sari,
Fitraning Tyas
Abstrak
Tulisan
ini bertujuan untuk mengkaji Problem
Based Learning dalam meningkatkan kemampuan representasi dan pemecahan
masalah Matematika. Hasil kajian menunjukkan bahwa kemampuan representasi dan
pemecahan masalah Matematika dapat ditingkatkan dengan mengimplementasikan
model Problem Based Learning (PBL)
dalam pembelajaran Matematika.
PENDAHULUAN
Matematika sebagai bagian dari kurikulum di sekolah, memegang peranan
yang sangat penting dalam upaya meningkatkan lulusan yang mampu bertindak atas
dasar pemikiran matematika yaitu logis, kritis dan sistematis dalam
menyelesaikan persoalan kehidupan sehari-hari atau dalam mempelajari ilmu
pengetahuan lainnya. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional
Nomor 20 Tahun 2003 menyatakan bahwa:
“Pendidikan
Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan
untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab”.
Kurikulum 2013 memuat secara jelas
seperangkat kompetensi yang harus dimiliki siswa dalam pembelajaran Matematika. Bab III Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Republik Indonesia nomor 58 tahun 2014 tentang kurikulum SMP menyebutkan
seperangkat kompetensi tersebut diantaranya adalah siswa diharapkan dapat: mengenal
dan menggunakan berbagai manipulasi/transformasi aljabar (mengkuadratkan,
memfaktorkan) dalam penyelesaian masalah seperti persamaan dan pertidaksamaan;
dan menggunakan simbol dalam pemodelan, mengidentifikasi informasi, memilih dan
menggunakan strategi yang paling efektif.
Demikian
pula tujuan yang diharapkan dalam pembelajaran matematika oleh National
Council of Teachers of Mathematics (NCTM). Berdasarkan standar NCTM (Effendi,2012) ada lima
kemampuan matematis yang harus dimiliki oleh siswa yaitu (1) belajar untuk berkomunikasi
(mathematical communication); (2)
belajar untuk bernalar (mathematical
reasoning); (3) belajar untuk memecahkan masalah (mathematical problem solving); (4) belajar untuk mengaitkan ide (mathematical connection); dan (5)
belajar untuk mempresentasikan ide-ide (mathematical
representation).
Berdasarkan
uraian di atas, maka kemampuan representasi dan pemecahan masalah merupakan dua
kemampuan yang penting dan harus dimiliki siswa. Namun, fakta di lapangan
belumlah sesuai dengan apa yang diharapkan. Berdasarkan pengalaman
kami di lapangan dalam mengajar matematika selama ini, kami menemukan bahwa
kemampuan siswa dalam representasi dan pemecahan masalah matematika masih
rendah. Hal ini sejalan dengan temuan Effendi (2012) bahwa:
“Kenyataan di lapangan pembelajaran matematika masih
cenderung berfokus pada buku teks, masih sering dijumpai guru matematika masih
terbiasa pada kebiasaan mengajarnya dengan menggunakan langkah-langkah pembelajaran
seperti: menyajikan materi pembelajaran, memberikan contoh-contoh soal dan
meminta siswa mengerjakan soal-soal latihan yang terdapat dalam buku teks yang
mereka gunakan dalam mengajar dan kemudian membahasnya bersama siswa”.
Hal ini
didukung oleh Ruseffendi (Effendi,2012) yang menyatakan bahwa:
“Selama
ini dalam proses pembelajaran matematika di kelas, pada umumnya siswa
mempelajari matematika hanya diberi tahu oleh gurunya dan bukan melalui kegiatan eksplorasi. Itu semua
mengindikasikan bahwa siswa tidak aktif dalam belajar. Melalui proses
pembelajaran seperti ini, kecil kemungkinan kemampuan matematis siswa dapat
berkembang”.
Dari
pemaparan fakta ini, perlu adanya pembelajaran yang mengkondisikan siswa aktif
dalam belajar matematika. Henningsen dan Stein (Effendi,2012) mengungkapkan
bahwa untuk mengembangkan kemampuan matematis siswa, maka pembelajaran harus
menjadi lingkungan dimana siswa mampu terlibat secara aktif dalam banyak
kegiatan matematika yang bermanfaat. Siswa harus aktif dalam belajar, tidak
hanya menyalin atau mengikuti contoh-contoh tanpa tahu maknanya. Salah satu
pembelajaran yang berpusat pada siswa menurut Kurikulum 2013 adalah pembelajaran
dengan model Problem Based Learning (PBL).
PEMBAHASAN
1. Kemampuan Representasi Matematika
Fadillah (Aryanti, Zubaidah& Nursangaji, 2014)
mengungkapkan bahwa
representasi adalah ungkapan-ungkapan dari ide matematis yang
ditampilkan siswa sebagai model atau bentuk pengganti dari suatu situasi
masalah yang digunakan untuk menemukan solusi dari suatu masalah yang sedang
dihadapinya sebagai hasil dari interpretasi pikirannya.
Menurut Effendi
(2012), kemampuan representasi matematis diperlukan siswa untuk menemukan dan
membuat suatu alat atau cara berpikir dalam mengkomunikasikan gagasan matematis
dari yang sifatnya abstrak menuju konkret, sehingga lebih mudah untuk dipahami.
Siswa dapat menghubungkan ide-ide matematis yang mereka miliki untuk dapat
membangun pengetahuannya sendiri. Untuk
menghubungkan ide-ide tersebut, mereka dapat merepresentasikan ide tersebut
melalui gambar, grafik, simbol, ataupun kata-kata sehingga menjadi lebih
sederhana dan mudah dipahami.
Pentingnya
kemampuan representasi matematis dapat dilihat dari standar representasi yang
ditetapkan oleh NCTM. NCTM (2000:280) menetapkan bahwa program pembelajaran
dari pra-taman kanak-kanak sampai kelas 12 harus memungkinkan siswa untuk: (1)
menciptakan dan menggunakan representasi untuk mengorganisir, mencatat, dan
mengkomunikasikan ide-ide matematis; (2) memilih, menerapkan, dan menerjemahkan
representasi matematis untuk memecahkan masalah; dan (3) menggunakan
representasi untuk memodelkan dan menginterpretasikan fenomena fisik, sosial,
dan fenomena matematis.
2. Kemampuan Pemecahan Masalah
Menurut Siswono (Suci dan Rosyidi, 2014) yang disebut pemecahan masalah
adalah “suatu proses atau upaya individu untuk merespon atau mengatasi halangan
atau kendala ketika suatu jawaban atau metode jawaban belum tampak jelas. Siswono
(Suci dan Rosyidi, 2014) juga menyebutkan keterampilan-keterampilan yang harus
dimiliki siswa dalam pemecahan masalah terdiri dari: (1) keterampilan empiris
(perhitungan, pengukuran); (2) keterampilan aplikatif untuk menghadapi situasi
yang umum; (3) keterampilan berpikir untuk bekerja pada suatu situasi yang tidak
biasa (unfamiliar).
Menurut Polya
(1971) dalam memecahkan masalah terdapat 4
(empat) langkah utama
yang harus dilakukan yaitu: (1) memahami masalah, (2) menyusun rencana pemecahan masalah, (3) melaksanakan rencana, dan (4) menguji kembali atau verifikasi. Merujuk
kepada pendapat Polya maka kemampuan siswa dalam pemecahan masalah akan
tergambar dalam langkah-langkah penyelesaian masalah yang dilakukannya.
NCTM
menekankan pentingnya kemampuan pemecahan masalah matematis dengan menetapkan standar pemecahan masalah. NCTM (2000:256) menetapkan bahwa program pembelajaran dari pra-taman
kanak-kanak sampai kelas 12 harus memungkinkan siswa untuk: (1) membangun pengetahuan matematika baru melalui pemecahan masalah,
(2) memecahkan masalah yang timbul dalam matematika dan dalam konteks lain, (3)
menerima dan mengadaptasi berbagai strategi yang tepat untuk memecahkan
masalah, dan (4) memantau dan merefleksikan proses pemecahan masalah
matematika.
3. Problem
Based Learning (Pembelajaran
Berbasis Masalah)
Barrows dalam modul pelatihan kurikulum
2013 menyebutkan bahwa Problem
Based Learning (pembelajaran berbasis masalah) mula-mula
dikembangkan pada sekolah kedokteran di Ontario Kanada pada 1960-an. Strategi
ini dikembangkan sebagai respon atas fakta bahwa para dokter muda yang baru
lulus dari sekolah kedokteran itu memiliki pengetahuan yang sangat kaya, tetapi
kurang memiliki keterampilan memadai untuk memanfaatkan pengetahuan tersebut
dalam praktik sehari-hari. Perkembangan selanjutnya, Problem Based Learning secara lebih luas diterapkan di berbagai mata pelajaran di
sekolah maupun perguruan tinggi.
Berdasarkan Permen nomor 58 tahun 2014, model
pembelajaran berbasis masalah (Problem
Based Learning) adalah pendekatan pembelajaran yang menggunakan masalah
sebagai langkah awal untuk mendapatkan pengetahuan baru. Hal ini senada yang disampaikan
Suyatno (Permen 58/2014) bahwa :
”Model pembelajaran berdasarkan masalah
adalah proses pembelajaran yang titik awal pembelajaran dimulai berdasarkan
masalah dalam kehidupan nyata siswa dirangsang untuk mempelajari masalah
berdasarkan pengetahuan dan pengalaman telah mereka miliki sebelumnya (prior
knowledge) untuk membentuk pengetahuan dan pengalaman baru”.
Sedangkan Arends (Permen 58/2014) menyatakan bahwa:
”Model pembelajaran berdasarkan masalah
merupakan suatu pendekatan pembelajaran di mana siswa mengerjakan permasalahan
yang autentik dengan maksud untuk menyusun pengetahuan mereka sendiri,
mengembangkan inkuiri dan keterampilan berpikir tingkat lebih tinggi,
mengembangkan kemandirian dan percaya diri ”.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
berbasis masalah (Problem Based Learning)
merupakan suatu model pembelajaran yang menekankan kepada keterlibatan siswa
secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajarinya melalui penggunaan
masalah sebagai langkah awal memperoleh pengetahuan baru.
Berbagai pengembang menyatakan bahwa ciri utama model
pembelajaran berdasarkan masalah ini menurut Trianto dalam Permen 58/2014,
salah satunya dicirikan dengan adanya kolaborasi.
Karakteristik kolaborasi dalam PBL ini tergambar dalam pembelajaran yang
dicirikan oleh siswa yang bekerja sama satu dengan yang lainnya, paling sering
secara berpasangan atau dalam kelompok kecil. Bekerjasama untuk terlibat dan
saling bertukar pendapat dalam melakukan penyelidikan sehingga dapat menyelesaikan
permasalahan yang disajikan.
Dengan demikian, kolaborasi dalam PBL akan mendorong
siswa terlibat dalam diskusi secara intensif, sehingga secara lisan para siswa
akan saling bertanya, menjawab, mengkritisi, dan megoreksi ataupun mengklrarifikasi
setiap konsep atau argumen matematis yang muncul. Dalam diskusi tersebut
dimungkinkan adanya perkembangan kemampuan siswa dalam membuat dan
mengeksplorasi dugaan-dugaan sehingga memantapkan pemahaman siswa atas konsep
matematis yang dipelajari. Pada akhirnya, para siswa juga didorong mampu
mengkomunikasikan ide mereka, baik secara lisan maupun tertulis dalam rangka
menyelesaikan masalah yang diberikan atau membangun konsep pengetahuannya
sendiri.
Pada model pembelajaran
berdasarkan masalah terdapat lima tahap utama yang dimulai dengan
memperkenalkan siswa tehadap masalah yang diakhiri dengan tahap penyajian dan
analisis hasil kerja siswa. Kelima tahapan tersebut disajikan dalam bentuk
tabel (Nurhadi dalam Permen 58/2014 mengutip).
Tabel 2.1
Sintaks Model pembelajaran berdasarkan masalah
Fase
|
Indikator
|
Aktifitas / Kegiatan Guru
|
1
|
Orientasi siswa kepada masalah
|
Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik
yang diperlukan, pengajuan masalah, memotivasi siswa terlibat dalam aktivitas
pemecahan masalah yang dipilihnya.
|
2
|
Mengorganisasikan siswa untuk belajar
|
Guru membantu siswa mendefinisikan dan
mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut.
|
3
|
Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok
|
Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi
yang sesuai, melaksanakan eksperimen, untuk mendapat penjelasan pemecahan
masalah.
|
4
|
Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
|
Guru membantu siswa dalam merencanakan dan
menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, video, model dan membantu
mereka untuk berbagai tugas dengan kelompoknya.
|
5
|
Menganalisa dan mengevaluasi proses pemecahan
masalah
|
Guru membantu siswa melakukan refleksi atau evaluasi
terhadap penyelidikan mereka dalam proses-proses yang mereka gunakan.
|
(Sumber: Permen
58/2014 tentang Kurikulum SMP)
Dari sajian tabel 2.1 di atas terlihat
bahwa di dalam Problem Based Learning
yang menjadi pusat pembelajaran adalah peserta didik (student-centered),
sementara guru berperan sebagai fasilitator yang memfasilitasi peserta didik
untuk secara aktif menyelesaikan masalah dan membangun pengetahuannya secara
berpasangan ataupun berkelompok (kolaborasi antar peserta didik).
PENUTUP
Problem
Based Learning (PBL) merupakan model pembelajaran yang dapat
diimplementasikan untuk meningkatkan kemampuan representasi dan pemecahan
masalah matematika. Hal ini karena model pembelajaran ini menekankan pada
keterlibatan aktif siswa untuk membangun pengetahuannya sendiri melalui
penggunaan masalah sebagai langkah awalnya. Selain itu, kolaborasi siswa dalam
diskusi memungkinkan siswa berkomunikasi di antara mereka, bekerjasama untuk
terlibat dan saling bertukar pendapat dalam melakukan penyelidikan sehingga
dapat menyelesaikan permasalahan yang disajikan. Pada saat diskusi berlangsung,
dimungkinkan adanya kemampuan siswa merepresentasikan apa yang sudah
dipelajari. Di samping itu, melalui diskusi dalam penyelesaian masalah akan
meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa dalam pembelajaran matematika.
Berdasarkan paparan di
atas, dapat disimpulkan bahwa:
1. Terdapat pengaruh implementasi model Problem Based Learning
(PBL) terhadap peningkatan
kemampuan representasi matematika siswa.
2. Terdapat pengaruh implementasi model Problem Based Learning
(PBL) terhadap peningkatan
kemampuan pemecahan masalah matematika siswa.
DAFTAR PUSTAKA
Aryanti,D., Zubaidah & Nursangaji, A. Kemampuan
representasi matematis menurut tingkat kemampuan siswa pada materi segi empat
di SMP. Diambil pada tanggal 13 Nopember 2014 dari http://jurnal.untan.ac.id/index.php/jpdpb/article/download/812/pdf
Effendi, L.A.(2012). Pembelajaran matematika dengan
metode penemuan terbimbing untuk meningkatkan kemampuan representasi dan
pemecahan masalah matematis siswa SMP. Jurnal
Penelitian Pendidikan, 13(2). Diambil
pada tanggal 13 Nopember 2014, dari http://jurnal.upi.edu/file/Leo_Adhar.pdf
Modul Pelatihan Implementasi Kurikulum 2013 SMP/MTs. 2014. Materi
Pelatihan Guru Implementasi Kurikulum 2013 Tahun Ajaran 2014/2015. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan
National Council of Teachers of Mathematic (NCTM). (2000). Principle and Standards for School
Mathematics. NCTM.
Peraturan Menteri. (2014). Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI, Nomor 58,Tahun
2014, tentang Kurikulum SMP.
Polya,G. 1971. How To Solve
It: A New Aspect of Mathematical Method. 2nd Edition. Princeton: New Jersey
Suci,A.A.W.,Rosyidi,A.H. Kemampuan
pemecahan masalah matematika siswa pada pembelajaran problem posing berkelompok. Diambil pada tanggal 13 Nopember 2014
dari http://ejournal.unesa.ac.id/article/2349/30/article.pdf
Undang-undang. (2003). Undang-undang, Nomor 23, Tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan
Nasional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar