Bab
2 buku ini memaparkan teori pembelajaran berdasarkan pemikiran Paul Ernest.
Sriraman memberikan prakata pada bagian 2 ini bersama Nick Haverhals dengan
judul Lakatos-Herst_Ernest: triangulating, Filsafat – Matematika – Pendidikan
Matematika. Bagian awal ini sebuah pengantar yang membawa kita ke pemikiran
Ernest tentang teori pembelajaran, terutama pembelajaran Matematika. Menurut
Sriraman, ada sentralitas filsafat dan hubungan yang rumit untuk mengembangkan
teori dalam pendidikan matematika. Hal ini menyadarkan Ernest akan pentingnya
persoalan epistemologis yang mempengaruhi pengajaran dan pembelajaran
matematika.
Pertanyaan
apakah matematika, telah membawa pada pertimbangan pembelajaran ke relevansi
kebutuhan untuk mengembangkan filsafat matematika sesuai dengan pendidikan
matematika. Tiga serangkai (triangulating):
Lakatos, Hersh dan Ernest telah memainkan peran untuk menjawab pertanyaan
seputar dunia pendidikan. Ruben Herst telah mempopulerkan bukunya Lakatos yang
berjudul Proof and Refutations kepada masyarakat matematika dalam makalahnya Introducing Imre Lakatos (1978) dan
menyerukan masyarakat matematikawan untuk mengambil minat dalam telaah ulang
filsafat matematika. Herst menekankan pada metodologi mengerjakan matematika
sebagai sebuah aktivitas kemanusiaan. Pada tahun 1978 kemudian Paul Ernest
mereview buku Proof and Refutations –nya
Lakatos dalam Mathematical Reviews
dan kemudian menulis review dari karya Lakatos tersebut bersama Wittgenstein.
Ernest juga menulis disertasi doktoralnya yang kemudian menjadi dasar dia
menuliskan filsafat pendidikan matematika (1991) dan merumuskan
konstruksitivisme sosial sebagai suatu filsafat matematika (1998).
Sebagai
filsafat matematika, kontruksivitisme sosial, seperti yang didefinisikan oleh
Ernest (1991) memandang matematika sebagai suatu konstruksi sosial. Hal ini
didasarkan pada konvensionalisme yang mengakui bahwa manusia, aturan dan kesepakatan
berperan dalam membangun dan membenarkan kebenaran matematika. Dalam catatan
Sriraman, Ernest memberikan tiga alasan untuk filosofi ini:
a.
Pengetahuan
linguistik, kaidah dan aturan dasar untuk pengetahuan matematika
b.
Proses
sosial antar personal diperlukan untuk mengubah pengetahuan subyektif
matematika individu menjadi pengetahuan objektif yang dapat diterima
c.
Objektivitas
dipahami sebagai sosial.
Pada
bagian akhir pengantarnya, Sriraman menggarisbawahi bahwa filsafat
kontruksivitis sosial matematika bukanlah suatu filsafat pendidikan matematika
saja, tetapi sudah memiliki implikasi pendidikan secara luas. Konstruksivitis
sosial sebagai filsafat matematika menurut Sriraman dapat berfungsi sebagai
dasar untuk mengembangkan teori belajar seperti konstruksivitisme. Sebagai
filsafat matematika, konstruktivisme sosial bertujuan untuk menggambarkan apa
sebenarnya matematika dan apa yang dilakukan di bidangnya. Di sisi lain,
sebagai filsafat pendidikan matematika, konstruktivisme sosial bertujuan untuk
melatih siswa dengan cara yang mencerminkan pandangan matematika secara
keseluruhan.
Pemikiran
dalam Teori Pembelajaran Paul Ernest
Pada
bagian ini, Paul Ernest memaparkan pemikirannya dalam teori pembelajaran yang
dirumuskan dalam empat filosofi pembelajaran yang berbeda, yakni
konstruksivisme sederhana, konstruksivisme radikal, enactivisme, dan
konstruktivisme sosial.
Konstruksivisme
Asumsi
penting dari konstruksivisme adalah bahwa pengetahuan bukanlah sesuatu di luar
sana yang akan diperoleh melainkan dibangun oleh peserta didik.
Ernest
menggambarkan konstruktivime dalam metafora konstruksi dari pertukangan atau
arsitektur. Metafora konstruksi
tersirat dalam prinsip konstruktivisme yang oleh Ernest diambil dari ungkapan
Glasersfeld bahwa pengetahuan tidak menerima secara pasif tetapi juga secara
aktif dibangun oleh kesadaran subjek. Salahsatunya disebut konstruksi sederhana.
Ernest juga mengutip Ausebel bahwa faktor yang paling penting yang mempengaruhi
pembelajaran adalah apa yang pelajar sudah tahu, memastikan hal ini dan
mempelajarinya dengan sesuai. Kesimpulan Ernest bahwa hampir semua pengetahuan
dan pemahaman yang sudah ada merupakan dasar untuk pembelajaran berikutnya.
Perbedaan
penting konstruksi individu dan sosial didasarkan pada metafora yang diterapkan
dalam diri individu, dimana pelajar membangun pengetahuan dan pemahaman internal
berdasarkan interpretasi pribadi mereka dari pengalaman mereka dan pra-ada
pengetahuan mereka. Catatan ini dapat diperluas untuk memuat bangunan beragam
respon afektif, termasuk sikap, keyakinan dan nilai, dan bahkan seluruh
kepribadian pembelajar, untuk beberapa versi Konstruktivisme. Sebaliknya dalam
konstruksi sosial, pembelajaran dan konstruksi pengetahuan terjadi dalam arena
sosial dalam ‘ruang antara orang-orang”, sekalipun jika hasilnya didekati dan
diinternalisasi oleh perorangan secara individual.
Yang
menjadi kunci pembeda antara konstruktivisme dan teori pembelajaran secara umum
adalah apakah konstruktivisme ini yang diasumsikan pengetahuan absolut dicapai
atau tidak. Konstruksivisme sederhana dan kebanyakan teori pengetahuan kognitif
menerima bahwa representasi sebenarnya dari dunia empiris dan pengalaman
merupakan hal yang mungkin untuk dicapai.
Konstruksivisme Radikal
Secara
definisi, konstruksivisme radikal didasarkan pada kedua prinsip Glasersfel,
dimana prinsip terakhir menyatakan bahwa “fungsi kognisi bersifat adaptif dan
melayani organisasi dari dunia pengalaman, bukan penemuan dari realitas secara
ontologis”. Akibatnya, menurut Ernest, organisasi alami sekarang berubah
menjadi pembangun struktur kognitif yang dimaksudkan untuk memecahkan masalah
seperti persepsi atau pemahaman organisme. Ernest menyimpulkan bahwa dalam
konstruksivitisme radikal, suatu organisme mengalami evolusi. Teori ini mirip
teori evolusinya Darwin. Evolusi individu menurut Ernest ini terindikasi
seperti yang disampaikan Piaget dimana individu melakukan adaptasi terhadap
lingkungan, yang oleh Piaget disebutnya evolusi kognitif. Dengan metafora
evolusioner untuk pikiran ada suatu bahaya bahwa hubungan interpersonal tidak
dilihat apa-apa selain bersifat kompetisi, suatu versi dari “hukum rimba”.
Karenanya, paradigma konstruktivisme radikal perlu diakomodasikan dengan
menyeimbangkan mengetahui dengan merasakan, mengakui bahwa semua manusia
memulai sebagai bagian orang lain, bukan bagian terpisah.
Enactivisme
Sejak
tahun 1990-an menyusul publikasi dari karya The
Embodied Mind, enactivisme telah menjadi semakin popular sebagai teori
pembelajaran di antara peneliti pendidikan matematika. Satu ide sentralnya
adalah autopoesis, sifat komplek
sistem dinamis dari spontanitas pengorganisasian diri, berdasarkan lingkaran
umpan balik dan perkembangan dalam respon terhadap umpan balik tersebut. Mengutip
Reid, Ernest menggambarkan Enactivisme sebagai suatu teori kesadaran mengakui
pentingnya individu dalam pembangunan suatu dunia yang ditinggali, namun
penekanannya bahwa struktur coemerges
individu dengan dunia tertentu, dan sebagai suatu sarat untuk, interaksi
terus-menerus individu dan situasi.
Sumber lain enactivism adalah teori
dasar tubuh pemikiran
melalui peran metafora,
menggambar pada karya George Lakoff dan
Mark Johnson (Lakoff
dan Johnson 1980;
Johnson 1987). Hal
ini mengusulkan bahwa semua
pemahaman manusia, termasuk makna, imajinasi, dan
alasan didasarkan pada skema
gerakan tubuh dan
persepsi ("image schemata",
Johnson 1987: xiv).
Reid (1996:
2) menyatakan bahwa "Ada perbedaan penting harus dibuat, bagaimanapun, dengan beberapa perspektif konstruktivis. Ini bukan masalah individu memiliki
struktur kognitif, yang
menentukan bagaimana individu
dapat berpikir, atau
dari sana menjadi struktur konseptual yang menentukan apa konsep-konsep baru dapat berkembang. Organisme secara keseluruhan adalah struktur terus berubah
yang menentukan tindakan sendiri pada dirinya sendiri dan dunianya. Visi holistik dari entitas kognitif
ini adalah pusat ".
Konstruktivisme Sosial
Konstruksi sosial memandang
pembelajar individu dan kenyataan sosial sebagai interkoneksi yang tidak bisa
dipisahkan. Manusia dibentuk melalui interaksi di antara sesame sebagai proses
individual mereka. Metafora yang mendasarinya adalah dialog atau
“orang-dalam-percakapan”, yang terdiri dari orang-orang yang melekat secara
sosial dalam arti interaksi linguistik dan ekstralinguistik dan dialog. Dalam
term Wittgensteinian, konteks sosial ini adalah berbagi “bentuk hidup” dan
berlokasi di dalamnya, berbagi “permainan bahasa”.
Dari perspektif ini, pikiran
dilihat sebagai sosial dan percakapan, karena: Pertama, individu berpikir
banyak hal yang kompleks yang dibentuk melalui percakapan yang diinternalisasi.
Kedua, semua yang dipikirkan individu selanjutnya terstruktur dan berjalan
alami, dan Ketiga, beberapa fungsi mental adalah kolektif.
Implikasi terhadap Praktek
Pendidikan
Teori pembelajaran
Ernest ini tidak hanya menjelaskan secara filosofis tentang teori-teori
belajar, lebih dari itu juga Ernest memberikan implikasi dari teori tersebut
terhadap praktek pendidikan secara luas. Penjelasannya sebagai berikut:
Konstruktivisme
sederhana menunjukkan kebutuhan dan nilai untuk:
(1)
kepekaan terhadap dan perhatian pada pembelajaran dan konstruksi
pelajar sebelumnya,
(2)
identifikasi kesalahan siswa dan kesalahpahaman dan penggunaan
pengajaran diagnostik dan teknik konflik kognitif dalam upaya untuk
mengatasinya.
Konstruktivisme radikal menunjukkan
perhatian kepada:
(3)
Persepsi pembelajar secara keseluruhan, yaitu, dari dunia
keseluruhan pengalaman mereka,
(4)
Permasalahan dasar dari pengetahuan matematika secara keseluruhan,
bukan hanya pengetahuan subyektif pelajar, sebagaimana rapuhnya semua
metodologi penelitian.
Enactivism menunjukkan bahwa kita hadir
untuk:
(5)
gerakan tubuh dan belajar, termasuk gerakan yang dilakukan orang,
(6)
peran akar metafora sebagai dasar basal makna dan pemahaman
peserta didik.
Konstruktivisme sosial menempatkan
penekanan pada:
(7)
pentingnya semua aspek konteks sosial dan hubungan interpersonal,
terutama guru-pelajar dan pelajar-pelajar dalam situasi interaksi belajar
termasuk negosiasi, kolaborasi dan diskusi,
(8)
peran bahasa, teks dan semiosis dalam pengajaran dan pembelajaran
matematika.
Pada bagian akhir tulisannya, Ernest menegaskan bahwa namun
demikian, masing-masing dari delapan fokus dalam pembelajaran matematika akan
sah dihadirkan dengan penggambaran guru dalam beberapa teori belajar untuk
pedagogiknya, atau oleh peneliti yang menggunakan salah satu teori belajar
sebagai kerangka penataan yang mendasarinya.
Komentar 1
Pada komentar 1, Simon Goodchild
memberikan catatan atas paper Ernest di atas. Menurut Simon, judul paper
merujuk kepada “teori-teori” pembelajaran tetapi dalam baris pertama abstraksi
hal ini ditransformasikan kepada filsafat pembelajaran. Dalam catatan akhir Ernest
menjelaskan bahwa '"teori" tidak cukup spesifik atau yang dapat diuji (yaitu yang dapat difalsifikasi) untuk layak' berjudul 'teori-teori’ (hal. 7).
Ini adalah sebuah observasi penting dan
salah satu yang tidak
sering dibuat-teori pembelajaran, yang di atasnya banyak penelitian di bidang pendidikan matematika didirikan, yang belum teruji terutama
karena dalam banyak hal mereka
tidak diuji dalam rasa keilmuan 'tradisional'.
Paper
berfokus pada empat model pemikiran konstukstivist utama walaupun dalam
referensi detail dibuat secara singkat ke dalam teori pembelajaran yang lain yang
muncul, dalam pendapat Ernest sangat dekat kepada konstruktivisme. Ernest mempertimbangkan konstruktivisme sederhana, konstruktivisme radikal, enactivism, dan
konstruktivisme sosial. Mungkin perlu dicatat bahwa 'konstruktivisme sederhana' juga telah digambarkan sebagai 'konstruktivisme lemah' (Lerman 1989). Ernest
menetapkan dengan menjelaskan metafora dasar konstruktivisme
dan menyediakan cukup detail tentang
pengenalan dan pengembangan teori pembelajaran dalam
pendidikan matematika.
Konstruktivisme sederhana dan konstruktivisme radikal didasarkan pada metafora umum 'konstruksi'. Belajar adalah tentang 'perubahan
konseptual' di mana 'blok bangunan dari
pemahaman itu sendiri merupakan hasil dari tindakan konstruksi sebelumnya' (hal. 3). Kedua versi dari konstruktivisme dibedakan
dalam bahwa konstruktivisme sederhana dan teori ilmu
pengetahuan yang paling kognitif pembelajaran menerima bahwa representasi sebenarnya dari dunia empiris dan eksperiental yang mungkin (hal. 4). Ernest
mengamati bahwa kritikannya didasarkan
pada konstruksi individu dan catatan subjek pengenalnya
menekankan individualitas untuk membangun basis sosial untuk komunikasi
interpersonal, untuk berbagi
perasaan dan kekhawatiran, apalagi untuk nilai-nilai
bersama.
Enactivisme
didasarkan pada model biologis, lebih khusus, kognisi dipandang sebagai proses biologis. Ernest
dengan singkat meneliti keistimewaan utama Enactivisme dan berpendapat bahwa
itu tidak mewakili perubahan besar dari bentuk-bentuk lain konstruktivisme yang
sudah dibahas, lebih merupakan masalah penekanan. Ia lalu pindah untuk
menginformasikan satu kritik yang menarik perhatian ke suatu kelemahan
berpendapat yang dimuat dalam teori pembelajaran yang termuat dalam metafor
sederhana. Secara singkat argumen
ini adalah bahwa metafora dapat mengharuskan berpikir sebanyak
kita
bisa.
Lerman, menyatakan bahwa
konstruktivisme sosial adalah 'membingungkan' (Lerman 1996). Pertukaran makalah
yang diterbitkan dalam Journal untuk Penelitian dalam Pendidikan Matematika
diprovokasi oleh Lerman menggambarkan cara para sarjana dapat berbicara melewati
satu sama lain dan tidak dapat terlibat dengan argumen karena mereka didasarkan
pada tempat dasar yang berbeda (Kieren 2000, Lerman 2000; Steffe dan Thompson
2000). Perbedaan mendasar ditetapkan oleh Roth dan Lee (2007) yang menjelaskan
'sifat dialektis kesadaran' (Roth dan Lee 2007, hal. 195) yang menjadi dasar
sosio-budaya teori kognisi. Perbedaan mendasar antara teori-teori konstruktivis
dan teori sosial-budaya muncul dari secara individual dualistik diri
lain konstruktivisme dan dialektika Vygotsky. Tidak jelas dari kertas Ernest di
mana ia akan menempatkan versi konstruktivisme sosialnya.
Dalam komentar lanjutannya, Simon
menanggapi bahwa teori-teori konstruktivis tidak belajar dengan sendirinya, memerlukan suatu teori pengajaran, tetapi Ernest mengamati
mereka memiliki implikasi untuk mengajar dan ini adalah salah satu alasan mengapa teori belajar itu penting. Untuk
setiap teori Ernest menyediakan dua implikasi untuk mengajar, sehingga semuanya ada delapan implikasi, antara lain:
Konstruktivisme sederhana: (1) perhatian sebelum belajar,
(2) perhatian terhadap kesalahpahaman dan kesalahan; Konstruktivisme radikal: (3) memperhatikan persepsi siswa tentang
dunia pengalaman mereka, (4) sifat bermasalah pengetahuan; Enactivism: (5) memberi perhatian pada gerakan tubuh dan belajar, (6) peran metafora;
Konstruktivisme sosial: (7) semua
aspek konteks sosial, (8) peran teks bahasa dan tanda-tanda
dan sinyal.
Komentar 2
Ernest berpendapat bahwa salah satu ide-ide yang bertentangan
adalah antara psikologi dan sosiologi. Sosiolog menuduh psikolog mempunyai
teknis yang sempit, didukung oleh teori kritis rasionalitas instrumental yang
panjang. Psikolog juga telah diklisekan sebagai apolitis dan menutup pikiran
tentang masalah-masalah sosial dan
politik dan pengaruhnya dalam kehidupan manusia pada umumnya dan pembelajaran pada khususnya. Sebaliknya,
psikolog menuduh sosiolog mengorbankan kebenaran ilmiah dan akurasi detail
untuk generalisasi bermotif politik luas yang tidak membantu orang dengan
kehidupan interiornya dan pembelajarannya. Ironisnya, kedua set tuduhan
keduanya kadang benar kadang tidak. Karena keduanya-psikologi dan sosiologi
adalah area yang luas dari perumahan banyak ide dan sekolah.
Ernest
mengutip Wegerif (2002) membedakan
empat orientasi untuk belajar, yaitu
behavioris, orientasi cognitivist
/ konstruktivis,
humanis, dan partisipatif. Keempat orientasi belajar ini
oleh Ernest disajikan dalam bentuk tabel berikut. (Sriraman,2010:55)
Tabel
1 Empat orientasi belajar (dari Wegerif 2002: p 10.)
Aspek
|
Behaviourist
|
Cognitivist/
Constructivist
|
Humanist
|
Participatory
|
Teori
belajar
|
Thorndike,
Pavlov,
Watson,
Tolman,
Skinner,
Suppes
|
Piaget,
Ausubel,
Bruner,
Papert
|
Maslow,
Rogers
|
Lave,
Wenger, Cole,
Wertsch,
Engestrom
|
Melihat
proses pembelajaran
|
Perubahan
tingkah laku
|
Mental internal yang
memproses termasuk wawasan, informasi pengolahan, memori, persepsi |
Sebuah tindakan pribadi
untuk memenuhi potensi |
interaksi/
pengamatan di konteks sosial. gerakan dari pinggiran ke tengah praktek komunitas |
Tempat
pembelajaran
|
Rangsangan lingkungan luar
|
Struktur
kognitif internal
|
Kebutuhan
afektif dan
kognitif |
Belajar adalah
hubungan antara orang dan lingkungan |
Melihat
cara penyampaian
|
Elemen
umum bersama
oleh berbagai konteks |
Over-melengkung-kan
prinsip umum |
Perubahan
identitas diri sebagai pelajar |
Mentransfer
masalah
|
Tujuan
dalam pendidikan
|
menghasilkan
perubahan perilaku dalam arah yang diinginkan |
Mengembang-kan
kapasitas
dan keterampilan untuk belajar lebih baik |
menjadi
aktualisasi diri, swatantra |
Penuh partisipasi
dalam
praktek dan
pemanfaatan sumber daya masyarakat |
Peran
pendidik
|
mengatur
lingkungan untuk menimbulkan respon yang diinginkan |
Struktur isi
dari aktivitas belajar |
memfasilitasi
pengembangan seluruh orang |
Bekerja untuk membangun
praktik masyarakat di mana percakapan dan partisipasi dapat terjadi |
(Sumber: Sriraman, 2010:55)
Orientasi behavioris digambarkan sebagai orientasi
partisipatif. Behaviorisme dicari menjadi suatu teori saintifik yang memusatkan
pada objek yang dapat diobservasi berhadapan dengan fenomena subjektif. Sosio
kultural demikian juga memusatkan pada tingkah laku sosial antara perorangan.
Sosio kultural menolak model pembelajaran dalam term akumulasi pengetahuan
internal, yang digambarkan Freire sebagai “model bank”.
Ernest
tidak menjelaskan secara terperinci tentang orientasi konstruktivisme/
Cognitivist pada bagian komentar ini.
Orientasi ketiga Wegerif yang
diringkas dalam Tabel adalah orientasi humanistik. Meskipun hal ini belum menggambarkan
secara luas dalam penelitian pendidikan matematika,
menggabungkan beberapa penekanan yang berguna yang perlu dijelaskan di sini. Seperti diketahui,
orientasi ini mengikuti dari tradisi psikologi
humanistik
yang didirikan oleh para
sarjana seperti Abraham
Maslow dan Carl
Rogers. Ini berfokus pada orang secara keseluruhan, bukan pada proses kognitif terisolasi
dan mekanistik. Belajar dipandang sebagai tindakan pribadi untuk memenuhi
potensi diri individu dan dengan demikian untuk memenuhi kebutuhan
afektif dan kognitif mereka. Ini berfokus pada perubahan
identitas diri sebagai seorang pelajar. Identitas adalah tema yang semakin sentral dalam penelitian pendidikan matematika meskipun akarnya dalam tradisi humanistik
jarang diakui. Perspektif ini bertujuan untuk memungkinkan
siswa dan memang semua orang
untuk menjadi aktualisasi diri, manusia otonom, sehingga
memfasilitasi pengembangan dari
seluruh orang, yaitu pemenuhan mereka secara keseluruhan.
Yang keempat dan terakhir dari
orientasi Wegerif yang ia sebut partisipatif. Lebih umum dalam penelitian
pendidikan matematika ini disebut teori
sosial budaya. Sejumlah
pemikir besar
termasuk Love, Wenger, Cole, Wertsch, dan Engestrom. Jean Lave adalah seorang
antropolog, yang bekerja sama dengan mahasiswanya Etienne Wenger untuk mengembangkan laporan letak pembelajaran
dan masa belajar digambarkan
sebagai partisipasi yang
sah (Lave
dan Wenger 1991). Fondasi utama teoritis terletak pada Teori Kegiatan Vygotsky.
Wenger (1998) menjabarkan
ide-ide ini dalam
praktek masyarakat,
fokus pada sub-tema pembelajaran, makna dan identitas.
Wegerif mencirikan orientasi partisipatif
sebagai berbagi keprihatinan
dengan interaksi dalam konteks sosial. Pembelajar 'bergerak'
dari pinggiran ke pusat komunitas praktek, dalam arti lulus dari status pemula
kepada peserta penuh. Jadi dari perspektif
ini belajar adalah
dalam hubungan antara manusia dan
lingkungan tertentu. Dari perspektif ini transfer pengetahuan bermasalah karena pada pengetahuan seluruh tacit dan sosial
tertanam ketimbang eksplisit dan bergerak dalam
hal representasi semiotik / tekstual. Pendidikan
adalah tentang partisipasi penuh dalam
praktek masyarakat dan pemanfaatan
sumber daya, dan tujuan pendidik bekerja untuk membangun
praktek masyarakat di mana percakapan
dan partisipasi dapat terjadi.
Pengetahuan
Matematika memiliki sejumlah komponen yang masuk di luar yang teridentifikasi
secara tradisional. Komponen itu secara tradisional diterima sebagai preposisi
dan pernyataan Matematika sebagaimana secara baik diterima sebagai penalaran
dan pembuktian. Bersama-sama dengan masalah-malasah dan jawaban-jawaban
Matematika ini membentuk terutama pengetahuan matematika eksplisit. Komponen
pengetahua Matematika dan statusnya sebagai pengetahuan eksplisit maupun tacit
disajikan dalam table 2.
Tabel 2. Komponen Pengetahuan Matematika dan Kegamblangannya
Komponen
pengetahuan matematika
|
Kegamblangan komponen
|
Diterima proposisi/dalil & pernyataan
Diterima penalaran & bukti Masalah dan pertanyaan Bahasa dan simbolisme Penglihatan meta-matematika : bukti & definisi standar, ruang lingkup & Struktur matematika Metode, prosedur, teknik, strategi Estetika dan nilai-nilai |
Sebagian
besar eksplisit
Sebagian
besar eksplisit
Sebagian
besar eksplisit
Sebagian
besar tacit (tersembunyi)
Sebagian
besar tacit (tersembunyi)
Sebagian
besar tacit (tersembunyi)
Sebagian
besar tacit (tersembunyi)
|
(Sunber: Sriraman, 2010:58)
Etika
masuk ke dalam penelitian pendidikan matematika dalam empat cara, antara lain :
Pertama,
ada kebutuhan penting untuk menjadi etis dalam penelitian kami. Sebagai
profesional yang bertanggung jawab dan etis, itu adalah tugas kita setidaknya
untuk memastikan bahwa penelitian kami didasarkan pada persetujuan dari setiap
peserta manusia, tidak menyebabkan mereka segala kerusakan atau kerugian, dan
bahwa kita menghormati kerahasiaan dan non-identifiability dari semua individu
atau lembaga.
Kedua, sebagai peneliti pendidikan kita berpartisipasi
dalam percakapan, besar kuno manusia, yang menopang dan memperluas warisan
pengetahuan umum kita. Dengan berbagi pikiran kita, temuan kami baik secara
informal dan formal, dan melalui publikasi kami, kami adalah bagian dari
percakapan publik yang lain menguntungkan. Nilai-nilai yang tersirat dalam partisipasi
adalah: menghargai dan menghormati suara-suara orang lain, masa lalu dan
sekarang, menghargai yang
muda akan
mendapatkan kesempatan untuk berpartisipasi, tidak mengambil terlalu serius
ornamen kekuasaan, hadiah duniawi, kepuasan ego, ini semua akan hilang dan
dilupakan sebagai percakapan besar gulungan di, berjuang untuk keunggulan dan
standar yang tinggi dalam diri sendiri dan orang lain-baik untuk menjadi layak
percakapan besar, dan untuk melindunginya, mengakui bahwa semua manusia adalah
bagian dari perusahaan bersama transenden, dan bahwa semua anggota keluarga
manusia layak perhatian dan hormat.
Ketiga, adalah kebenaran yang jelas bahwa sebagai manusia
kita adalah makhluk sosial yang tak teruraikan. Manusia sebagai suatu spesies
pada dasarnya saling tergantung.
Keempat,
menurut Levinas kita berhutang kepada orang lain yang mendahului dan
melampaui alasan, keputusan, dan proses berpikir kita. Bahkan mendahului setiap
usaha untuk memahami orang lain. Levinas menyatakan bahwa subjektivitas kita
dibentuk dalam dan melalui subjectedness kami yang lain, dengan alasan
subjektivitas yang primordial etis dan tidak teoritis. Artinya, tanggung jawab
kita untuk yang lain bukan merupakan fitur turunan dari subjektivitas kita,
melainkan kewajiban ini memberikan fondasi untuk subyektif kita makhluk di dunia dengan
memberikan arah yang bermakna dan orientasi (Levinas 1981).
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sebagai makhluk
sosial mengandaikan sifat kita etika pertemuan interpersonal, bahkan sebelum
mereka terjadi, dan bahkan sebelum kita membentuk atau mencerminkan pada
praktek kami, apalagi filosofi kami. Inilah sebabnya mengapa Levinas menegaskan
bahwa etika adalah 'filsafat pertama' diandaikan oleh bidang kegiatan,
pengalaman atau pengetahuan, termasuk pendidikan matematika. Jika kita menerima
alasannya, maka etika juga merupakan 'filsafat pertama' pendidikan matematika.
Ini mendahului setiap berteori atau berfilsafat dalam bidang kita, dan ini
merupakan fondasi tersembunyi yang mendahului setiap diskusi, misalnya, teori
belajar matematika.
keren tulisannya bu...
BalasHapus