Rabu, 05 November 2014

Ringkasan Buku Theories of Mathematics Education Bab 2




Bab 2 buku ini memaparkan teori pembelajaran berdasarkan pemikiran Paul Ernest. Sriraman memberikan prakata pada bagian 2 ini bersama Nick Haverhals dengan judul Lakatos-Herst_Ernest: triangulating, Filsafat – Matematika – Pendidikan Matematika. Bagian awal ini sebuah pengantar yang membawa kita ke pemikiran Ernest tentang teori pembelajaran, terutama pembelajaran Matematika. Menurut Sriraman, ada sentralitas filsafat dan hubungan yang rumit untuk mengembangkan teori dalam pendidikan matematika. Hal ini menyadarkan Ernest akan pentingnya persoalan epistemologis yang mempengaruhi pengajaran dan pembelajaran matematika.

Pertanyaan apakah matematika, telah membawa pada pertimbangan pembelajaran ke relevansi kebutuhan untuk mengembangkan filsafat matematika sesuai dengan pendidikan matematika. Tiga serangkai (triangulating): Lakatos, Hersh dan Ernest telah memainkan peran untuk menjawab pertanyaan seputar dunia pendidikan. Ruben Herst telah mempopulerkan bukunya Lakatos yang berjudul Proof and Refutations  kepada masyarakat matematika dalam makalahnya Introducing Imre Lakatos (1978) dan menyerukan masyarakat matematikawan untuk mengambil minat dalam telaah ulang filsafat matematika. Herst menekankan pada metodologi mengerjakan matematika sebagai sebuah aktivitas kemanusiaan. Pada tahun 1978 kemudian Paul Ernest mereview buku Proof and Refutations –nya Lakatos dalam Mathematical Reviews dan kemudian menulis review dari karya Lakatos tersebut bersama Wittgenstein. Ernest juga menulis disertasi doktoralnya yang kemudian menjadi dasar dia menuliskan filsafat pendidikan matematika (1991) dan merumuskan konstruksitivisme sosial sebagai suatu filsafat matematika (1998).
Sebagai filsafat matematika, kontruksivitisme sosial, seperti yang didefinisikan oleh Ernest (1991) memandang matematika sebagai suatu konstruksi sosial. Hal ini didasarkan pada konvensionalisme yang mengakui bahwa manusia, aturan dan kesepakatan berperan dalam membangun dan membenarkan kebenaran matematika. Dalam catatan Sriraman, Ernest memberikan tiga alasan untuk filosofi ini:
a.    Pengetahuan linguistik, kaidah dan aturan dasar untuk pengetahuan matematika
b.    Proses sosial antar personal diperlukan untuk mengubah pengetahuan subyektif matematika individu menjadi pengetahuan objektif yang dapat diterima
c.    Objektivitas dipahami sebagai sosial.
Pada bagian akhir pengantarnya, Sriraman menggarisbawahi bahwa filsafat kontruksivitis sosial matematika bukanlah suatu filsafat pendidikan matematika saja, tetapi sudah memiliki implikasi pendidikan secara luas. Konstruksivitis sosial sebagai filsafat matematika menurut Sriraman dapat berfungsi sebagai dasar untuk mengembangkan teori belajar seperti konstruksivitisme. Sebagai filsafat matematika, konstruktivisme sosial bertujuan untuk menggambarkan apa sebenarnya matematika dan apa yang dilakukan di bidangnya. Di sisi lain, sebagai filsafat pendidikan matematika, konstruktivisme sosial bertujuan untuk melatih siswa dengan cara yang mencerminkan pandangan matematika secara keseluruhan.

Pemikiran dalam Teori Pembelajaran Paul Ernest
Pada bagian ini, Paul Ernest memaparkan pemikirannya dalam teori pembelajaran yang dirumuskan dalam empat filosofi pembelajaran yang berbeda, yakni konstruksivisme sederhana, konstruksivisme radikal, enactivisme, dan konstruktivisme sosial.
Konstruksivisme
Asumsi penting dari konstruksivisme adalah bahwa pengetahuan bukanlah sesuatu di luar sana yang akan diperoleh melainkan dibangun oleh peserta didik.
Ernest menggambarkan konstruktivime dalam metafora konstruksi dari pertukangan atau arsitektur. Metafora konstruksi tersirat dalam prinsip konstruktivisme yang oleh Ernest diambil dari ungkapan Glasersfeld bahwa pengetahuan tidak menerima secara pasif tetapi juga secara aktif dibangun oleh kesadaran subjek. Salahsatunya disebut konstruksi sederhana. Ernest juga mengutip Ausebel bahwa faktor yang paling penting yang mempengaruhi pembelajaran adalah apa yang pelajar sudah tahu, memastikan hal ini dan mempelajarinya dengan sesuai. Kesimpulan Ernest bahwa hampir semua pengetahuan dan pemahaman yang sudah ada merupakan dasar untuk pembelajaran berikutnya.
Perbedaan penting konstruksi individu dan sosial didasarkan pada metafora yang diterapkan dalam diri individu, dimana pelajar membangun pengetahuan dan pemahaman internal berdasarkan interpretasi pribadi mereka dari pengalaman mereka dan pra-ada pengetahuan mereka. Catatan ini dapat diperluas untuk memuat bangunan beragam respon afektif, termasuk sikap, keyakinan dan nilai, dan bahkan seluruh kepribadian pembelajar, untuk beberapa versi Konstruktivisme. Sebaliknya dalam konstruksi sosial, pembelajaran dan konstruksi pengetahuan terjadi dalam arena sosial dalam ‘ruang antara orang-orang”, sekalipun jika hasilnya didekati dan diinternalisasi oleh perorangan secara individual.
Yang menjadi kunci pembeda antara konstruktivisme dan teori pembelajaran secara umum adalah apakah konstruktivisme ini yang diasumsikan pengetahuan absolut dicapai atau tidak. Konstruksivisme sederhana dan kebanyakan teori pengetahuan kognitif menerima bahwa representasi sebenarnya dari dunia empiris dan pengalaman merupakan hal yang mungkin untuk dicapai.

Konstruksivisme Radikal
Secara definisi, konstruksivisme radikal didasarkan pada kedua prinsip Glasersfel, dimana prinsip terakhir menyatakan bahwa “fungsi kognisi bersifat adaptif dan melayani organisasi dari dunia pengalaman, bukan penemuan dari realitas secara ontologis”. Akibatnya, menurut Ernest, organisasi alami sekarang berubah menjadi pembangun struktur kognitif yang dimaksudkan untuk memecahkan masalah seperti persepsi atau pemahaman organisme. Ernest menyimpulkan bahwa dalam konstruksivitisme radikal, suatu organisme mengalami evolusi. Teori ini mirip teori evolusinya Darwin. Evolusi individu menurut Ernest ini terindikasi seperti yang disampaikan Piaget dimana individu melakukan adaptasi terhadap lingkungan, yang oleh Piaget disebutnya evolusi kognitif. Dengan metafora evolusioner untuk pikiran ada suatu bahaya bahwa hubungan interpersonal tidak dilihat apa-apa selain bersifat kompetisi, suatu versi dari “hukum rimba”. Karenanya, paradigma konstruktivisme radikal perlu diakomodasikan dengan menyeimbangkan mengetahui dengan merasakan, mengakui bahwa semua manusia memulai sebagai bagian orang lain, bukan bagian terpisah.  

Enactivisme
Sejak tahun 1990-an menyusul publikasi dari karya The Embodied Mind, enactivisme telah menjadi semakin popular sebagai teori pembelajaran di antara peneliti pendidikan matematika. Satu ide sentralnya adalah autopoesis, sifat komplek sistem dinamis dari spontanitas pengorganisasian diri, berdasarkan lingkaran umpan balik dan perkembangan dalam respon terhadap umpan balik tersebut. Mengutip Reid, Ernest menggambarkan Enactivisme sebagai suatu teori kesadaran mengakui pentingnya individu dalam pembangunan suatu dunia yang ditinggali, namun penekanannya bahwa struktur coemerges individu dengan dunia tertentu, dan sebagai suatu sarat untuk, interaksi terus-menerus individu dan situasi.
Sumber lain enactivism adalah teori dasar tubuh pemikiran melalui peran metafora, menggambar pada karya George Lakoff dan Mark Johnson (Lakoff dan Johnson 1980; Johnson 1987). Hal ini mengusulkan bahwa semua pemahaman manusia, termasuk makna, imajinasi, dan alasan didasarkan pada skema gerakan tubuh dan persepsi ("image schemata", Johnson 1987: xiv).
Reid (1996: 2) menyatakan bahwa "Ada perbedaan penting harus dibuat, bagaimanapun, dengan beberapa perspektif konstruktivis. Ini bukan masalah individu memiliki struktur kognitif, yang menentukan bagaimana individu dapat berpikir, atau dari sana menjadi struktur konseptual yang menentukan apa konsep-konsep baru dapat berkembang. Organisme secara keseluruhan adalah struktur terus berubah yang menentukan tindakan sendiri pada dirinya sendiri dan dunianya. Visi holistik dari entitas kognitif ini adalah pusat ".

Konstruktivisme Sosial
Konstruksi sosial memandang pembelajar individu dan kenyataan sosial sebagai interkoneksi yang tidak bisa dipisahkan. Manusia dibentuk melalui interaksi di antara sesame sebagai proses individual mereka. Metafora yang mendasarinya adalah dialog atau “orang-dalam-percakapan”, yang terdiri dari orang-orang yang melekat secara sosial dalam arti interaksi linguistik dan ekstralinguistik dan dialog. Dalam term Wittgensteinian, konteks sosial ini adalah berbagi “bentuk hidup” dan berlokasi di dalamnya, berbagi “permainan bahasa”.
Dari perspektif ini, pikiran dilihat sebagai sosial dan percakapan, karena: Pertama, individu berpikir banyak hal yang kompleks yang dibentuk melalui percakapan yang diinternalisasi. Kedua, semua yang dipikirkan individu selanjutnya terstruktur dan berjalan alami, dan Ketiga, beberapa fungsi mental adalah kolektif.


Implikasi terhadap Praktek Pendidikan
Teori pembelajaran Ernest ini tidak hanya menjelaskan secara filosofis tentang teori-teori belajar, lebih dari itu juga Ernest memberikan implikasi dari teori tersebut terhadap praktek pendidikan secara luas. Penjelasannya sebagai berikut:
Konstruktivisme sederhana menunjukkan kebutuhan dan nilai untuk:
(1)     kepekaan terhadap dan perhatian pada pembelajaran dan konstruksi pelajar sebelumnya,
(2)     identifikasi kesalahan siswa dan kesalahpahaman dan penggunaan pengajaran diagnostik dan teknik konflik kognitif dalam upaya untuk mengatasinya.
Konstruktivisme radikal menunjukkan perhatian kepada:
(3)     Persepsi pembelajar secara keseluruhan, yaitu, dari dunia keseluruhan pengalaman mereka,
(4)     Permasalahan dasar dari pengetahuan matematika secara keseluruhan, bukan hanya pengetahuan subyektif pelajar, sebagaimana rapuhnya semua metodologi penelitian.
Enactivism menunjukkan bahwa kita hadir untuk:
(5)     gerakan tubuh dan belajar, termasuk gerakan yang dilakukan orang,
(6)     peran akar metafora sebagai dasar basal makna dan pemahaman peserta didik.
Konstruktivisme sosial menempatkan penekanan pada:
(7)     pentingnya semua aspek konteks sosial dan hubungan interpersonal, terutama guru-pelajar dan pelajar-pelajar dalam situasi interaksi belajar termasuk negosiasi, kolaborasi dan diskusi,
(8)     peran bahasa, teks dan semiosis dalam pengajaran dan pembelajaran matematika.
Pada bagian akhir tulisannya, Ernest menegaskan bahwa namun demikian, masing-masing dari delapan fokus dalam pembelajaran matematika akan sah dihadirkan dengan penggambaran guru dalam beberapa teori belajar untuk pedagogiknya, atau oleh peneliti yang menggunakan salah satu teori belajar sebagai kerangka penataan yang mendasarinya.

Komentar 1
Pada komentar 1, Simon Goodchild memberikan catatan atas paper Ernest di atas. Menurut Simon, judul paper merujuk kepada “teori-teori” pembelajaran tetapi dalam baris pertama abstraksi hal ini ditransformasikan kepada filsafat pembelajaran. Dalam catatan akhir Ernest menjelaskan bahwa '"teori" tidak cukup spesifik atau yang dapat diuji (yaitu yang dapat difalsifikasi) untuk layak' berjudul 'teori-teori’ (hal. 7). Ini adalah sebuah observasi penting dan salah satu yang tidak sering dibuat-teori pembelajaran, yang di atasnya banyak penelitian di bidang pendidikan matematika didirikan, yang belum teruji terutama karena dalam banyak hal mereka tidak diuji dalam rasa keilmuan 'tradisional'.
Paper berfokus pada empat model pemikiran konstukstivist utama walaupun dalam referensi detail dibuat secara singkat ke dalam teori pembelajaran yang lain yang muncul, dalam pendapat Ernest sangat dekat kepada konstruktivisme. Ernest mempertimbangkan  konstruktivisme sederhana, konstruktivisme radikal, enactivism, dan konstruktivisme sosial. Mungkin perlu dicatat bahwa 'konstruktivisme sederhana' juga telah digambarkan sebagai 'konstruktivisme lemah' (Lerman 1989). Ernest menetapkan dengan menjelaskan metafora dasar konstruktivisme dan menyediakan cukup detail tentang pengenalan dan pengembangan teori pembelajaran dalam pendidikan matematika.
Konstruktivisme sederhana dan konstruktivisme radikal didasarkan pada metafora umum 'konstruksi'. Belajar adalah tentang 'perubahan konseptual' di mana 'blok bangunan dari pemahaman itu sendiri merupakan hasil dari tindakan konstruksi sebelumnya' (hal. 3). Kedua versi dari konstruktivisme dibedakan dalam bahwa konstruktivisme sederhana dan teori ilmu pengetahuan yang paling kognitif pembelajaran menerima bahwa representasi sebenarnya dari dunia empiris dan eksperiental yang mungkin (hal. 4). Ernest mengamati bahwa kritikannya didasarkan pada konstruksi individu dan catatan subjek pengenalnya menekankan individualitas untuk membangun basis sosial untuk komunikasi interpersonal, untuk berbagi perasaan dan kekhawatiran, apalagi untuk nilai-nilai bersama.
Enactivisme didasarkan pada model biologis, lebih khusus, kognisi dipandang sebagai proses biologis. Ernest dengan singkat meneliti keistimewaan utama Enactivisme dan berpendapat bahwa itu tidak mewakili perubahan besar dari bentuk-bentuk lain konstruktivisme yang sudah dibahas, lebih merupakan masalah penekanan. Ia lalu pindah untuk menginformasikan satu kritik yang menarik perhatian ke suatu kelemahan berpendapat yang dimuat dalam teori pembelajaran yang termuat dalam metafor sederhana. Secara singkat argumen ini adalah bahwa metafora dapat mengharuskan berpikir sebanyak kita bisa.
Lerman, menyatakan bahwa konstruktivisme sosial adalah 'membingungkan' (Lerman 1996). Pertukaran makalah yang diterbitkan dalam Journal untuk Penelitian dalam Pendidikan Matematika diprovokasi oleh Lerman menggambarkan cara para sarjana dapat berbicara melewati satu sama lain dan tidak dapat terlibat dengan argumen karena mereka didasarkan pada tempat dasar yang berbeda (Kieren 2000, Lerman 2000; Steffe dan Thompson 2000). Perbedaan mendasar ditetapkan oleh Roth dan Lee (2007) yang menjelaskan 'sifat dialektis kesadaran' (Roth dan Lee 2007, hal. 195) yang menjadi dasar sosio-budaya teori kognisi. Perbedaan mendasar antara teori-teori konstruktivis dan teori sosial-budaya  muncul dari secara individual dualistik diri lain konstruktivisme dan dialektika Vygotsky. Tidak jelas dari kertas Ernest di mana ia akan menempatkan versi konstruktivisme sosialnya.
Dalam komentar lanjutannya, Simon menanggapi bahwa teori-teori konstruktivis tidak belajar dengan sendirinya, memerlukan suatu teori pengajaran, tetapi Ernest mengamati mereka memiliki implikasi untuk mengajar dan ini adalah salah satu alasan mengapa teori belajar itu penting. Untuk setiap teori Ernest menyediakan dua implikasi untuk mengajar, sehingga semuanya ada delapan implikasi, antara lain:
Konstruktivisme sederhana: (1) perhatian sebelum belajar, (2) perhatian terhadap kesalahpahaman dan kesalahan; Konstruktivisme radikal: (3) memperhatikan persepsi siswa tentang dunia pengalaman mereka, (4) sifat bermasalah pengetahuan; Enactivism: (5) memberi perhatian pada gerakan tubuh dan belajar, (6) peran metafora; Konstruktivisme sosial: (7) semua aspek konteks sosial, (8) peran teks bahasa dan tanda-tanda dan sinyal.

Komentar 2
Ernest berpendapat bahwa salah satu ide-ide yang bertentangan adalah antara psikologi dan sosiologi. Sosiolog menuduh psikolog mempunyai teknis yang sempit, didukung oleh teori kritis rasionalitas instrumental yang panjang. Psikolog juga telah diklisekan sebagai apolitis dan menutup pikiran tentang  masalah-masalah sosial dan politik dan pengaruhnya dalam kehidupan manusia pada umumnya dan  pembelajaran pada khususnya. Sebaliknya, psikolog menuduh sosiolog mengorbankan kebenaran ilmiah dan akurasi detail untuk generalisasi bermotif politik luas yang tidak membantu orang dengan kehidupan interiornya dan pembelajarannya. Ironisnya, kedua set tuduhan keduanya kadang benar kadang tidak. Karena keduanya-psikologi dan sosiologi adalah area yang luas dari perumahan banyak ide dan sekolah.
Ernest mengutip Wegerif (2002) membedakan empat orientasi untuk belajar, yaitu behavioris, orientasi cognitivist / konstruktivis, humanis, dan partisipatif. Keempat orientasi belajar ini oleh Ernest disajikan dalam bentuk tabel berikut. (Sriraman,2010:55)
Tabel 1 Empat orientasi belajar (dari Wegerif 2002: p 10.)
Aspek
Behaviourist
Cognitivist/ Constructivist
Humanist
Participatory
Teori belajar
Thorndike,
Pavlov, Watson,
Tolman,
Skinner, Suppes
Piaget, Ausubel,
Bruner, Papert
Maslow, Rogers
Lave, Wenger, Cole,
Wertsch, Engestrom
Melihat proses pembelajaran
Perubahan tingkah laku
Mental internal yang
memproses termasuk
wawasan, informasi
pengolahan, memori,
persepsi
Sebuah tindakan pribadi
untuk memenuhi potensi
interaksi/
pengamatan di konteks
 sosial. gerakan
dari pinggiran
ke tengah
praktek komunitas
Tempat pembelajaran
Rangsangan lingkungan luar
Struktur kognitif internal
Kebutuhan afektif dan
kognitif
Belajar adalah
hubungan antara
orang dan
lingkungan
Melihat cara penyampaian
Elemen umum bersama
oleh berbagai
konteks
Over-melengkung-kan
prinsip umum
Perubahan
identitas diri sebagai
pelajar
Mentransfer masalah
Tujuan dalam pendidikan
menghasilkan
perubahan
perilaku
dalam arah yang diinginkan
Mengembang-kan kapasitas
dan keterampilan untuk belajar
lebih baik
menjadi
aktualisasi diri,
swatantra
Penuh partisipasi dalam praktek dan
pemanfaatan
sumber daya
masyarakat
Peran pendidik
mengatur
lingkungan untuk
menimbulkan
respon yang diinginkan
Struktur isi
dari aktivitas belajar
memfasilitasi
pengembangan
seluruh
orang
Bekerja untuk membangun
praktik
masyarakat di mana
percakapan dan
partisipasi dapat
terjadi
(Sumber: Sriraman, 2010:55)
Orientasi behavioris digambarkan sebagai orientasi partisipatif. Behaviorisme dicari menjadi suatu teori saintifik yang memusatkan pada objek yang dapat diobservasi berhadapan dengan fenomena subjektif. Sosio kultural demikian juga memusatkan pada tingkah laku sosial antara perorangan. Sosio kultural menolak model pembelajaran dalam term akumulasi pengetahuan internal, yang digambarkan Freire sebagai “model bank”.
Ernest tidak menjelaskan secara terperinci tentang orientasi konstruktivisme/ Cognitivist pada bagian komentar ini.
Orientasi ketiga Wegerif yang diringkas dalam Tabel adalah orientasi humanistik. Meskipun hal ini belum menggambarkan secara luas dalam penelitian pendidikan matematika, menggabungkan beberapa penekanan yang berguna yang perlu dijelaskan di sini. Seperti diketahui,  orientasi ini mengikuti dari tradisi psikologi humanistik yang didirikan oleh para sarjana seperti Abraham Maslow dan Carl Rogers. Ini berfokus pada orang secara keseluruhan, bukan pada proses kognitif terisolasi dan mekanistik. Belajar dipandang sebagai tindakan pribadi untuk memenuhi potensi diri individu dan dengan demikian untuk memenuhi kebutuhan afektif dan kognitif mereka. Ini berfokus pada perubahan identitas diri sebagai seorang pelajar. Identitas adalah tema yang semakin sentral dalam penelitian pendidikan matematika meskipun akarnya dalam tradisi humanistik jarang diakui. Perspektif ini bertujuan untuk memungkinkan siswa dan memang semua orang untuk menjadi aktualisasi diri, manusia otonom, sehingga memfasilitasi pengembangan dari seluruh orang, yaitu pemenuhan mereka secara keseluruhan.
Yang keempat dan terakhir dari orientasi Wegerif yang ia sebut partisipatif. Lebih umum dalam penelitian pendidikan matematika ini disebut teori sosial budaya. Sejumlah pemikir besar termasuk Love, Wenger, Cole, Wertsch, dan Engestrom. Jean Lave adalah seorang antropolog, yang bekerja sama dengan mahasiswanya Etienne Wenger untuk mengembangkan laporan letak pembelajaran dan masa belajar digambarkan sebagai partisipasi yang sah (Lave dan Wenger 1991). Fondasi utama teoritis terletak pada Teori Kegiatan Vygotsky. Wenger (1998) menjabarkan ide-ide ini dalam praktek masyarakat, fokus pada sub-tema pembelajaran, makna dan identitas.
Wegerif mencirikan orientasi partisipatif sebagai berbagi keprihatinan dengan interaksi dalam konteks sosial. Pembelajar 'bergerak' dari pinggiran ke pusat komunitas praktek, dalam arti lulus dari status pemula kepada peserta penuh. Jadi dari perspektif ini belajar adalah dalam hubungan antara manusia dan lingkungan tertentu. Dari perspektif ini transfer pengetahuan bermasalah karena pada pengetahuan seluruh tacit dan sosial tertanam ketimbang eksplisit dan bergerak dalam hal representasi semiotik / tekstual. Pendidikan adalah tentang partisipasi penuh dalam praktek masyarakat dan pemanfaatan sumber daya, dan tujuan pendidik bekerja untuk membangun praktek masyarakat di mana percakapan dan partisipasi dapat terjadi.
Pengetahuan Matematika memiliki sejumlah komponen yang masuk di luar yang teridentifikasi secara tradisional. Komponen itu secara tradisional diterima sebagai preposisi dan pernyataan Matematika sebagaimana secara baik diterima sebagai penalaran dan pembuktian. Bersama-sama dengan masalah-malasah dan jawaban-jawaban Matematika ini membentuk terutama pengetahuan matematika eksplisit. Komponen pengetahua Matematika dan statusnya sebagai pengetahuan eksplisit maupun tacit disajikan dalam table 2.
Tabel 2. Komponen Pengetahuan  Matematika dan Kegamblangannya
Komponen pengetahuan matematika
Kegamblangan komponen
Diterima proposisi/dalil & pernyataan
Diterima
penalaran & bukti
Masalah dan pertanyaan
Bahasa dan simbolisme
Penglihatan meta-matematika : bukti & definisi standar, ruang lingkup & Struktur matematika
Metode, prosedur, teknik, strategi
Estetika dan nilai-nilai
Sebagian besar eksplisit
Sebagian besar eksplisit
Sebagian besar eksplisit
Sebagian besar tacit (tersembunyi)
Sebagian besar tacit (tersembunyi)

Sebagian besar tacit (tersembunyi)
Sebagian besar tacit (tersembunyi)
(Sunber: Sriraman, 2010:58)
Etika masuk ke dalam penelitian pendidikan matematika dalam empat cara, antara lain :
Pertama, ada kebutuhan penting untuk menjadi etis dalam penelitian kami. Sebagai profesional yang bertanggung jawab dan etis, itu adalah tugas kita setidaknya untuk memastikan bahwa penelitian kami didasarkan pada persetujuan dari setiap peserta manusia, tidak menyebabkan mereka segala kerusakan atau kerugian, dan bahwa kita menghormati kerahasiaan dan non-identifiability dari semua individu atau lembaga.
Kedua, sebagai peneliti pendidikan kita berpartisipasi dalam percakapan, besar kuno manusia, yang menopang dan memperluas warisan pengetahuan umum kita. Dengan berbagi pikiran kita, temuan kami baik secara informal dan formal, dan melalui publikasi kami, kami adalah bagian dari percakapan publik yang lain menguntungkan. Nilai-nilai yang tersirat dalam partisipasi adalah: menghargai dan menghormati suara-suara orang lain, masa lalu dan sekarang, menghargai yang muda akan mendapatkan kesempatan untuk berpartisipasi, tidak mengambil terlalu serius ornamen kekuasaan, hadiah duniawi, kepuasan ego, ini semua akan hilang dan dilupakan sebagai percakapan besar gulungan di, berjuang untuk keunggulan dan standar yang tinggi dalam diri sendiri dan orang lain-baik untuk menjadi layak percakapan besar, dan untuk melindunginya, mengakui bahwa semua manusia adalah bagian dari perusahaan bersama transenden, dan bahwa semua anggota keluarga manusia layak perhatian dan hormat.
Ketiga, adalah kebenaran yang jelas bahwa sebagai manusia kita adalah makhluk sosial yang tak teruraikan. Manusia sebagai suatu spesies pada dasarnya saling tergantung.
Keempat, menurut Levinas kita berhutang kepada orang lain yang mendahului dan melampaui alasan, keputusan, dan proses berpikir kita. Bahkan mendahului setiap usaha untuk memahami orang lain. Levinas menyatakan bahwa subjektivitas kita dibentuk dalam dan melalui subjectedness kami yang lain, dengan alasan subjektivitas yang primordial etis dan tidak teoritis. Artinya, tanggung jawab kita untuk yang lain bukan merupakan fitur turunan dari subjektivitas kita, melainkan kewajiban ini memberikan fondasi untuk subyektif kita makhluk di dunia dengan memberikan arah yang bermakna dan orientasi (Levinas 1981).
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sebagai makhluk sosial mengandaikan sifat kita etika pertemuan interpersonal, bahkan sebelum mereka terjadi, dan bahkan sebelum kita membentuk atau mencerminkan pada praktek kami, apalagi filosofi kami. Inilah sebabnya mengapa Levinas menegaskan bahwa etika adalah 'filsafat pertama' diandaikan oleh bidang kegiatan, pengalaman atau pengetahuan, termasuk pendidikan matematika. Jika kita menerima alasannya, maka etika juga merupakan 'filsafat pertama' pendidikan matematika. Ini mendahului setiap berteori atau berfilsafat dalam bidang kita, dan ini merupakan fondasi tersembunyi yang mendahului setiap diskusi, misalnya, teori belajar matematika.

1 komentar: