Jakarta (AKTIVISI) - Keputusan sidang paripurna yang mengesahkan opsi pilkada melalui DPRD berpotensi merugikan kaum buruh. Demikian disampaikan oleh Irham Saifuddin, pegiat perburuhan Nahdlatul Ulama menyusul aksi solidaritas penolakan UU Pilkada melalui DPRD di Bundaran HI, Minggu (28/9).
Irham menuturkan bahwa Pilkada langsung oleh rakyat merupakan esensi dari gerakan reformasi demokratik tahun 1998 lalu. "Selama ini buruh seringkali diposisikan marjinal dalam tata kelola ekonomi. Kalau pun kemudian hak partisipasi politiknya juga dikebiri, maka kaum buruh tidak lagi memiliki posisi tawar terhadap keputusan politik yang dibuat kepala daerah. Urusan perburuhan hanya berhenti pada kepentingan penguasa dan pengusaha," tutur Irham.
Disinggung mengenai rekomendasi Munas Alim Ulama NU 2012 yang meminta peninjauan ulang atas pilkada langsung, Irham menegaskan "pandangan NU saat itu sangat meletakkan kedaulatan rakyat di atas segalanya, termasuk kedaulatan untuk memilih pemimpinnya secara langsung. Namun saat itu banyak terjadi konflik sosial di akar rumput dan pemimpin yang tidak amanah. Sekarang kondisinya jauh beda. Pilkada langsung mulai membuahkan hasil yang positif. Lihatlah kepala-kepala daerah yang inspiratif seperti Bu Risma di Surabaya, Kang Emil di Bandung, Azwar Anas di Banyuwangi dan Kang Kholiq Arif di Wonosobo."
Lebih lanjut Irham menegaskan bahwa kemenangan Pilkada tidak langsung di DPR beberapa hari lalu merupakan gambaran politik Machiavellian dimana hanya melahirkan penguasa yang menempuh segala cara untuk menancapkan cengkram kekuasaannya, bukan pemimpin yang mendengarkan amanat dan harapan rakyatnya. "Keputusan munas NU 2012 lebih melihat aspek penguasa yang lalim, makanya saat itu NU meminta meninjau ulang pelaksaan pilkada langsung. "Substansinya bukan menyarankan pilkada tidak langsung, tapi memastikan kepemimpinan yang kredibel dan pengejawantah amanat rakyat," pungkas Irham.
Buruh Muslimin Tolak UU Pilkada
Sementara buruh muslimin yang tergabung dalam Konfederasi Sarikat Buruh Muslimin Indonesia atau K-SARBUMUSI secara tegas menolak keputusan DPR RI terkait UU Pilkada. Sukitman Sujatmiko, Sekjen K-SARBUMUSI, menjelaskan bahwa pihaknya saat ini sedang melakukan konsolidasi dengan elemen sipil lainnya untuk melakukan gugatan judicial review ke MK.
"K-SARBUMUSI memiliki anggota resmi 125.000 buruh dan 8 federasi serikat buruh. Angka ini belum termasuk yang di Jawa Timur yang sedang dalam pendataan ulang. Kami akan mendaftarkan representasi kami dalam judicial review. Kalau terpaksa kami akan turun jalan hingga aspirasi kami didengar oleh Presiden SBY dan para politisi di Senayan," tutur Sukitman.
Sukitman menegaskan bahwa keputusan DPR untuk mengesahkan UU Pilkada melalui DPRD merupakan bentuk pengkhianatan perjuangan buruh. Keputusan tersebut akan melahirkan oligarki baru dimana kekuasaan DPRD semakin tidak terbatas dan rawan disalah-gunakan. "Jangan memposisikan rakyat dan buruh hanya sebagai penonton dalam perhelatan politik. Pilkada adalah panggung pilitik rakyat, bukan bancakan elit ologarkis," pungkas Sukitman.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar