Kamis, 09 Oktober 2014

Pendekatan Saintifik, Pembelajaran Matematika Realistik, dan CTL



Pendekatan Saintifik, Pembelajaran Matematika Realistik, dan CTL

1.    Pendekatan Saintifik
Proses pembelajaran pada Kurikulum 2013 untuk semua jenjang pendidikan dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan Saintifik (scientific approach). Pembelajaran dengan pendekatan saintifik adalah proses pembelajaran yang  dirancang sedemikian rupa agar  peserta didik secara aktif mengonstruk konsep, hukum atau prinsip melalui tahapan-tahapan mengamati (untuk mengidentifikasi atau menemukan masalah), merumuskan masalah, mengajukan atau merumuskan hipotesis, mengumpulkan data dengan berbagai teknik, menganalisis data, menarik kesimpulan dan mengomunikasikan konsep, hukum atau prinsip yang ditemukan.
Pembelajaran dengan metode saintifik memiliki karakteristik
a. berpusat pada siswa.
b. melibatkan keterampilan proses sains dalam mengonstruksi konsep, hukum  atau prinsip.
c. melibatkan proses-proses kognitif yang potensial dalam merangsang perkembangan intelek, khususnya keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa.
d. dapat mengembangkan karakter siswa.
Proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan saintifik terdiri atas lima pengalaman belajar pokok, yang terdiri dari:
a. mengamati;
b.  menanya;
c.  mengumpulkan informasi;
d.  mengasosiasi; dan
e.  mengkomunikasikan.
Kelima  pembelajaran  pokok   tersebut  dapat  dirinci  dalam  berbagai kegiatan belajar peserta didik. Kegiatan tersebut merupakan  rincian  dari  eksplorasi, elaborasi,  dan konfirmasi,  yakni:  mengamati,  menanya,  mengumpulkan informasi,  mengolah  dan  mengkomunikasikan.
Kegiatan pembelajaran meliputi tiga kegiatan pokok, yaitu kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup. Kegiatan pendahuluan bertujuan untuk menciptakan suasana awal pembelajaran yang efektif yang memungkinkan siswa dapat mengikuti proses pembelajaran dengan baik. Kegiatan inti merupakan kegiatan utama dalam proses pembelajaran atau dalam proses penguasaan pengalaman belajar (learning experience) siswa. Kegiatan penutup ditujukan untuk dua hal pokok. Pertama, validasi terhadap konsep, hukum atau prinsip yang telah dikonstruk oleh siswa. Kedua, pengayaan materi pelajaran yang dikuasai siswa.
(Sumber: https://pengawas madrasah.files.wordpress.com/…/10-pendekatan-saintifik diakses pada Rabu, 7 Oktober 2014)


2.    Pembelajaran Matematika Realistik
Pembelajaran Matematika Realistik dikembangkan di Belanda tahun 1970-an oleh Institut Freudenthal dan saat ini telah berkembang luas diberbagai negara, termasuk Indonesia.
Pembelajaran Matematika Realistik dikembangkan berdasarkan pemikiran Hans Freudenthal yang berpandangan bahwa matematika merupakan aktivitas insani (human activities) dan harus dikaitkan dengan realitas/dunia nyata sehingga siswa harus diberi kesempatan menemukan kembali (to reinvent) matematika melalui bimbingan guru, dan bahwa penemuan kembali (reinvention) ide atau konsep tersebut harus dimulai dari  penjelajahan berbagai situasi dan persoalan “dunia riil”.
Pembelajaran Matematika Realistik didasarkan pada tiga prinsip utama, yaitu:
(a) menemukan kembali dengan bimbingan dan matematisasi progresif (guided reinvention and progressive mathematizing). Guided reinvention and progressive mathematizing berarti siswa diberi kesempatan mengalami proses bagaimana konsep matematika ditemukan. Pembelajaran dimulai dengan masalah kontekstual/realistic selanjutnya siswa diharapkan menemukan kembali konsep matematikanya.
(b) fenomena yang bersifat didaktik (didactical phenomenology).  Didactical phenomenology berarti situasi yang diberikan mempertimbangkan kemungkinan aplikasi dalam  pembelajaran dan sebagai titik tolak pematimatikaan.
(c) mengembangkan model sendiri (self developed models). Self developed models berarti model dibuat sendiri siswa selama pemecahan masalah. Model awalnya dari situasi yang dikenal siswa, kemudian dengan generalisasi dan formalisasi menjadi model sesuaipenalaran matematika.
Pada pembelajaran matematika realistik terdapat dua tipe matematisasi, yaitu: matematisasi horizontal dan vertikal. Matematikasasi horizontal merupakan proses dimana siswa menggunakan matematika sehingga dapat membantu mereka mengorganisasi dan menyelesaikan suatu masalah yang ada pada situasi nyata. Matematimatisasi vertikal merupakan proses pengorganisasian kembali menggunakan matematika itu sendiri. Pada awal memecahkan masalah kontekstual siswa menyelesaikan secara informal dengan bahasa sendiri (matematisasi horisontal). Setelah cukup familiar terhadap proses-proses pemecahan yang serupa, mereka mulai menggunakan bahasa yang lebih formal dan akhirnya mereka akan menemukan suatu algoritma (matematisasi vertikal).
Pembelajaran matematika realistik dapat dilaksanakan melalui 4 (empat) fase, yaitu: memahami masalah kontekstual, menyelesaikan masalah kontekstual, membandingkan dan mendiskusikan jawaban, dan menyimpulkan.
Dalam pembelajaran matematika realistik, dikembangkan suasana pembelajaran yang terbuka dan demokratis. Interaksi antar siswa dalam melakukan aktivitas belajar pada setiap fase mendapat penekanan penting. Guru berfungsi sebagai pendamping dan menfasilitasi agar interaksi antar siswa dalam semua aktivitas pembelajaran dapat berlangsung baik. Siswa dapat berdiskusi dengan sesama siswa dan mengajukan pertanyaan kepada guru. Pada tahap awal posisi guru lebih banyak di depan kelas, tempat guru memberikan pengantar, dan mengingatkan pengetahuan prasyarat yang harus diingat siswa. Bila diperlukan guru dapat mengecek secara acak tugas rumah siswa. Pada tahap selanjutnya posisi guru berada di sekitar siswa atau berkeliling kelas, berjalan dari siswa atau kelompok yang satu ke siswa atau kelompok lain. Pada akhir pembelajaran, guru kembali di depan kelas, tempatdia meminpin diskusi kelas, untuk menghasilkan konsep atau teorema.
(Sumber: easymatematika.files.wordpress.com/…/z-pembelajaran-matematika-realisti)


3.    Contextual Teaching and Learning (CTL)
Contextual Teaching and Learning (CTL) meruapakan strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajarinya dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka.
CTL bukan hanya mengharapkan siswa dapat memahami materi yang dipelajarinya, akan tetapi bagaimana materi pelajaran itu dapat mewarnai perilakunya dalam kehidupan sehari-hari. Dalam CTL, proses belajar diorientasikan pada proses pengalaman secara langsung, siswa dituntut untuk dapat menangkap hubungan pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata.
Asas CTL:
1)      Konstruktivisme, yaitu proses membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman.
2)      Inkuiri, yaitu proses pembelajaran didasarkan pada pencarian dan penemuan melalui proses berpikir secara sistematis. Secara umum inkuiri dapat dilakukan melalui beberapa langkah, yaitu:
a.       Merumuskan masalah
b.      Mengajukan hipotesis
c.       Mengumpulkan data
d.      Menguji hipotesis berdasarkan data yang ditemukan
e.       Membuat kesimpulan
3)      Bertanya (questioning), dalam suatu pembelajaran yang produktif kegiatan bertanya akan sangat berguna untuk:
a.       Menggali informasi tentang kemampuan siswa dalam penguasaan materi pembelajaran
b.      Membangkitkan motivasi siswa untuk belajar
c.       Merangsang keingintahuan siswa pada sesuatu yang diinginkan
d.      Membimbing siswa untuk menemukan atau menyimpulkan sesuatu
4)      Masyarakat belajar (learning community), konsep masyarakat belajar dalam CTL menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh melalui hasil kerjasama dengan orang lain, baik dalam kelompok belajar secara formal maupun dalam lingkungan yang terjadi secara ilmiah.
5)      Pemodelan (modeling) adalah proses pembelajaran dengan memperagakan sesuatu sebagai contoh yang dapat ditiru oelh setiap siswa.
6)      Refleksi (reflection) adalah proses pengendapan pengalaman yang telah dipelajari yang dilakukan dengan cara mengurutkan kembali kejadian-kejadian atau peristiwa pembelajaran yang telah dilaluinya.
7)      Penilaian otentik (authentic assessment), dalam CTL penilaian keberhasilan tidak hanya ditentukan oleh aspek hasil belajar seperti tes, akan tetapi juga proses belajar melalui penilaian nyata. Penilaian nyata adalah poses yang dilakukan guru untuk mengumpulkan informasi tentang perkembangan belajar yang dilakukan siswa, baik dari segi pengetahuan dan keterampilan, hasil produk siswa, dan tugas-tugas yang relevan dengan kontekstual.
(Sumber: file.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR.PEND…ASEP…/8.Model_CTL.pdf diakses pada Rabu, 7 Oktober 2014)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar