Kamis, 23 Oktober 2014

Refleksi Kuliah Filsafat Ilmu pertemuan ke-6



Menuju Ke Pemikiran Filsafat

Tidak sedikit orang seperti saya merasa filsafat itu sangat susah, susah dimengerti dan susah dijelaskan. Padahal sesungguhnya filsafat itu sangat dekat dengan diri kita sendiri. Kalau bahasanya Prof Marsigit, filsafat itu lembut, filsafat itu bergerak, filsafat itu memantul, filsafat itu berdimensi, filsafat itu berhubungan, filsafat itu bertingkat-tingkat, filsafat itu berakar.
Sesungguhnya ternyata, filsafat itu sesuai dengan prinsip hidup, karena itu filsafat itu mengalir. Karena mengalir maka filsafat itu punya kelemahan dan kelebihan, dia bisa sakit dia bisa sehat. Seperti kehidupan pada umunya, kehidupan yang sakit dan juga yang sehat juga. Yang terpenting adalah bahwa filsafat yang sehat sama saja seperti hidup yang sehat. Kalau hidup kita sehat maka filsafatnya sehat. Namun, jika filsafatnya tidak sehat maka akan berpotensi hidupnya kurang sehat. Dengan demikian sesungguhnya tidak berjarak antara filsafat dengan hidup. Pun demikian juga,  tidak berjarak antara filsafat dengan kehidupan. Maka dapatlah dikatakan bahwa sebenar-benar filsafat adalah dirimu sendiri atau diri kita sendiri.
Dalam konteks tertentu, konteks Barat, filsafat ini namanya pola pikir.  Sementara bagi orang timur, filsafat itu mencari kesempurnaan hidup. Hal ini berangkat dari kesadaran bahwa manusia adalah makhluk sempurna di dalam ketidaksempurnaannya. Oleh karena itu, tiadalah manusia mampu mencari kesempurnaan hidup, yang bisa dilakukannya adalah hanya berusaha. Dalam hal ini, manusia menyadari bahwa yang sempurna adalah Yang Maha Pencipta.
Sehubungan tidak berjaraknya kehidupan dengan filsafat, karena sebenar-benar filsafat adalah hidup kita, maka filsafat menjadi penting dan tidak bisa diabaikan. Jika kita mengabaikan filsafat sama saja dengan kita mengabaikan hidup kita, mengabaikan pikiran kita, karena sebenar-benar filsafat adalah berpikir. Namun demikian, filsafat juga tidak bisa dipaksakan, sebab kalau dipaksakan nanti bisa membuat kita sakit. Untuk itu, karena filsafat menjadi bagian dari kita maka sebuah keniscayaan bagi kita untuk mengenali objek filsafat, metodenya dan mengenali batasan-batasannya.
Batasan filsafat adalah etik dan estetika. Etik dan estetika kalau diintensifkan ke atas sampainya di spiritualitas. Maka batas-batas filsafat adalah spiritualitas. Filsafat dapat diterjemhkan melalui analogi ‘pikiran’, pikiran analoginya kemampuan kita. Sehebat-hebat pikiran kita, sehebat-hebat filsafat kita, sehebat-hebat dunia kita janganlah merongrong hati kita, janganlah merongrong spiritualitas, janganlah merongrong keyakinan kita. Tetapi sebaliknya, kita belajar filsafat justru agar bisa menyuburkan spiritual kita, agar bisa memperkokoh keyakinan kita. 
Berfilsafat itu sebenarnya karakteristiknya berpikir. Sebenar-benarnya filsafat adalah berfikir. Dengan membaca “yang ada” dan “yang mungkin ada” tergantung filsafatnya maka kita telah membuka diri menuju ke pemikiran filsafat. Kalau dalam konteks matematika, ketika kita mengenali objek matematika yakni “yang ada” dan “yang mungkin ada” maka filsafatnya adalah filsafat matematika. Kenalilah “yang ada” dan “yang mungkin ada” dalam pendidikan matematika adalah jalan menuju pemikiran filsafat pendidikan matematika.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar