Menuju Ke Pemikiran Filsafat
Tidak sedikit orang seperti saya merasa filsafat itu sangat
susah, susah dimengerti dan susah dijelaskan. Padahal sesungguhnya filsafat itu
sangat dekat dengan diri kita sendiri. Kalau bahasanya Prof Marsigit, filsafat
itu lembut, filsafat itu bergerak, filsafat itu memantul, filsafat itu
berdimensi, filsafat itu berhubungan, filsafat itu bertingkat-tingkat, filsafat
itu berakar.
Sesungguhnya ternyata, filsafat itu sesuai dengan
prinsip hidup, karena itu filsafat itu mengalir. Karena mengalir maka filsafat
itu punya kelemahan dan kelebihan, dia bisa sakit dia bisa sehat. Seperti
kehidupan pada umunya, kehidupan yang sakit dan juga yang sehat juga. Yang
terpenting adalah bahwa filsafat yang sehat sama saja seperti hidup yang sehat.
Kalau hidup kita sehat maka filsafatnya sehat. Namun, jika filsafatnya tidak
sehat maka akan berpotensi hidupnya kurang sehat. Dengan demikian sesungguhnya
tidak berjarak antara filsafat dengan hidup. Pun demikian juga, tidak berjarak antara filsafat dengan
kehidupan. Maka dapatlah dikatakan bahwa sebenar-benar filsafat adalah dirimu
sendiri atau diri kita sendiri.
Dalam konteks tertentu, konteks Barat, filsafat ini
namanya pola pikir. Sementara bagi orang
timur, filsafat itu mencari kesempurnaan hidup. Hal ini berangkat dari
kesadaran bahwa manusia adalah makhluk sempurna di dalam ketidaksempurnaannya. Oleh
karena itu, tiadalah manusia mampu mencari kesempurnaan hidup, yang bisa
dilakukannya adalah hanya berusaha. Dalam hal ini, manusia menyadari bahwa yang
sempurna adalah Yang Maha Pencipta.
Sehubungan tidak berjaraknya kehidupan dengan
filsafat, karena sebenar-benar filsafat adalah hidup kita, maka filsafat
menjadi penting dan tidak bisa diabaikan. Jika kita mengabaikan filsafat sama
saja dengan kita mengabaikan hidup kita, mengabaikan pikiran kita, karena
sebenar-benar filsafat adalah berpikir. Namun demikian, filsafat juga tidak
bisa dipaksakan, sebab kalau dipaksakan nanti bisa membuat kita sakit. Untuk
itu, karena filsafat menjadi bagian dari kita maka sebuah keniscayaan bagi kita
untuk mengenali objek filsafat, metodenya dan mengenali batasan-batasannya.
Batasan filsafat adalah etik dan estetika. Etik dan estetika kalau diintensifkan ke atas sampainya di spiritualitas. Maka batas-batas filsafat adalah spiritualitas. Filsafat dapat diterjemhkan melalui analogi ‘pikiran’, pikiran analoginya kemampuan kita. Sehebat-hebat pikiran kita, sehebat-hebat filsafat kita, sehebat-hebat dunia kita janganlah merongrong hati kita, janganlah merongrong spiritualitas, janganlah merongrong keyakinan kita. Tetapi sebaliknya, kita belajar filsafat justru agar bisa menyuburkan spiritual kita, agar bisa memperkokoh keyakinan kita.
Batasan filsafat adalah etik dan estetika. Etik dan estetika kalau diintensifkan ke atas sampainya di spiritualitas. Maka batas-batas filsafat adalah spiritualitas. Filsafat dapat diterjemhkan melalui analogi ‘pikiran’, pikiran analoginya kemampuan kita. Sehebat-hebat pikiran kita, sehebat-hebat filsafat kita, sehebat-hebat dunia kita janganlah merongrong hati kita, janganlah merongrong spiritualitas, janganlah merongrong keyakinan kita. Tetapi sebaliknya, kita belajar filsafat justru agar bisa menyuburkan spiritual kita, agar bisa memperkokoh keyakinan kita.
Berfilsafat itu sebenarnya karakteristiknya berpikir.
Sebenar-benarnya filsafat adalah berfikir. Dengan membaca “yang ada” dan “yang
mungkin ada” tergantung filsafatnya maka kita telah membuka diri menuju ke
pemikiran filsafat. Kalau dalam konteks matematika, ketika kita mengenali objek
matematika yakni “yang ada” dan “yang mungkin ada” maka filsafatnya adalah
filsafat matematika. Kenalilah “yang ada” dan “yang mungkin ada” dalam
pendidikan matematika adalah jalan menuju pemikiran filsafat pendidikan
matematika.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar