MENGENAL SEJARAH PEMIKIRAN FILSAFAT
(Bagian 3)
Setelah dievaluasi beberapa
filsuf, proyek filsafat Modern yang ingin menguasai dunia lewat satu pemikiran
rasional dan utuh, ternyata mengandung banyak kelemahan. Oleh beberapa kalangan
filsuf, fenomena ini dianggap sebasai suatu periode filsafat yang disebut
postmodern. Kritik atas postmodern selanjutnya disebut post-postmodern dan
puncaknya adalah Power Now, suatu periode filsafat yang diyakini sedang
berkembang dan menguasai dunia kontemporer saat ini.
Menurut Marsigit (2013:2) bahwa
kaum Positivist yang dipelopori Auguste Compte melakukan antithesis terhadap
filsafat Modern seraya berusaha membuangnya jauh-jauh, sambil berusaha
membangun paradigm Scienticism. Ibarat sarang lebah, gerakan Positivism inilah
yang kemudian menjadi inspirasi dan basis bagi berkembangnya ilmu pengetahuan
dan kebudayaan kontemporer hingga kini. Ilmu-ilmu humaniora yang meliputi
Agama, Bahasa, Filsafat, Sastra, Budaya, Seni dst dianggap sebagai tidak
scientific, oleh karena itu perlu diubah metodologinya dengan metode sain
(seperti yang terjadi pada Kurikulum 2013).
Kinerja kaum Positivisme begitu
mengagumkan karena telah menghasilkan ilmu-ilmu baru, teknologi dan masyarakat
industri. Di luar kesadaran komunitas spiritual, Positivisne telah menjelma menjadi sang Power Now atau
Post Modern atau Post Post Modern yang menguasai segala aspek dan sendi
kehidupan kontemporer dengan 4 ujung tombak: Kapitalisme, Pragmatisme,
Utiltarianisme dan Hedonisme. Power Now menampilkan sosok struktur dunia yang
lebih lengkap, lebih canggih, dan lebih mampu merangkum semua persoalan dunia.
Pada kejayaan Power Now inilah,
komunitas spiritual diliputi kecanggungan dan kegamangan dalam bayang-bayang
Reduksionisme untuk tidak punya pilihan lain kecuali terlibat setengah hati.
Hal ini terjadi karena di dalam struktur dunianya Power Now, spiritualitas
dipinggirkan dan ditempatkan tidak boleh melampaui fase Tradisional. Itulah
sebabnya mengapa pada jaman sekarang (kontemporer) lebih banyak fenomena
bermoduskan non-agamis. Agama dipandang tidak mampu memecahkan
persoalan-persoalan teknis dan pragmatis dari kehidupan kontemporer. Interaksi
antara dunia spiritualitas dengan dunia Power Now dirasakan sangat tidak
imbang.
Sang Power Now menjelma dalam
ikon-ikonnya berupa sex bebas, perkawinan sejenis, kaum happiest dan jetset,
pornografi dan kebebasan absolut. Sementara itu, narasi-narasi besar Power Now
terwujud dalam ekonomi, globalisasi, dunia yang satu, kampung dunia, pasar
bebas, eksploitasi, isu terorisme, hak azasi manusia, internasionalisasi,
standar internasional, sekolah internasional, dan trans-gender. Inilah kiranya
fase dunia yang sekarang sedang berjaya dan menundukkan manusia pada dua
pilihan yang ekstrim: menjadi “robot” atau menjadi “hantu” seperti yang
disampaikan Toynbee, seorang penulis dari dunia kontemporer, yang menyatakan
bahwa dalam kehidupan komtemporer sekarang ini hanya ada 2 pilihan kontradiktif
yang tak terhindarkan bagi umat manusia, yaitu, pertama, menjadi “hantu” atau kedua, menjadi “robot”.
Referensi:
Marsigit.http://powermathematics.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar