Kamis, 23 Oktober 2014

Refleksi Kuliah Filsafat Ilmu pertemuan ke-5 (Bagian 3)




MENGENAL SEJARAH PEMIKIRAN FILSAFAT
(Bagian 3)
Setelah dievaluasi beberapa filsuf, proyek filsafat Modern yang ingin menguasai dunia lewat satu pemikiran rasional dan utuh, ternyata mengandung banyak kelemahan. Oleh beberapa kalangan filsuf, fenomena ini dianggap sebasai suatu periode filsafat yang disebut postmodern. Kritik atas postmodern selanjutnya disebut post-postmodern dan puncaknya adalah Power Now, suatu periode filsafat yang diyakini sedang berkembang dan menguasai dunia kontemporer saat ini.

Menurut Marsigit (2013:2) bahwa kaum Positivist yang dipelopori Auguste Compte melakukan antithesis terhadap filsafat Modern seraya berusaha membuangnya jauh-jauh, sambil berusaha membangun paradigm Scienticism. Ibarat sarang lebah, gerakan Positivism inilah yang kemudian menjadi inspirasi dan basis bagi berkembangnya ilmu pengetahuan dan kebudayaan kontemporer hingga kini. Ilmu-ilmu humaniora yang meliputi Agama, Bahasa, Filsafat, Sastra, Budaya, Seni dst dianggap sebagai tidak scientific, oleh karena itu perlu diubah metodologinya dengan metode sain (seperti yang terjadi pada Kurikulum 2013).
Kinerja kaum Positivisme begitu mengagumkan karena telah menghasilkan ilmu-ilmu baru, teknologi dan masyarakat industri. Di luar kesadaran komunitas spiritual, Positivisne  telah menjelma menjadi sang Power Now atau Post Modern atau Post Post Modern yang menguasai segala aspek dan sendi kehidupan kontemporer dengan 4 ujung tombak: Kapitalisme, Pragmatisme, Utiltarianisme dan Hedonisme. Power Now menampilkan sosok struktur dunia yang lebih lengkap, lebih canggih, dan lebih mampu merangkum semua persoalan dunia.
Pada kejayaan Power Now inilah, komunitas spiritual diliputi kecanggungan dan kegamangan dalam bayang-bayang Reduksionisme untuk tidak punya pilihan lain kecuali terlibat setengah hati. Hal ini terjadi karena di dalam struktur dunianya Power Now, spiritualitas dipinggirkan dan ditempatkan tidak boleh melampaui fase Tradisional. Itulah sebabnya mengapa pada jaman sekarang (kontemporer) lebih banyak fenomena bermoduskan non-agamis. Agama dipandang tidak mampu memecahkan persoalan-persoalan teknis dan pragmatis dari kehidupan kontemporer. Interaksi antara dunia spiritualitas dengan dunia Power Now dirasakan sangat tidak imbang.
Sang Power Now menjelma dalam ikon-ikonnya berupa sex bebas, perkawinan sejenis, kaum happiest dan jetset, pornografi dan kebebasan absolut. Sementara itu, narasi-narasi besar Power Now terwujud dalam ekonomi, globalisasi, dunia yang satu, kampung dunia, pasar bebas, eksploitasi, isu terorisme, hak azasi manusia, internasionalisasi, standar internasional, sekolah internasional, dan trans-gender. Inilah kiranya fase dunia yang sekarang sedang berjaya dan menundukkan manusia pada dua pilihan yang ekstrim: menjadi “robot” atau menjadi “hantu” seperti yang disampaikan Toynbee, seorang penulis dari dunia kontemporer, yang menyatakan bahwa dalam kehidupan komtemporer sekarang ini hanya ada 2 pilihan kontradiktif yang tak terhindarkan bagi umat manusia, yaitu, pertama, menjadi “hantu” atau kedua, menjadi “robot”.


Referensi:
Marsigit.http://powermathematics.blogspot.com





Tidak ada komentar:

Posting Komentar