Rabu, 22 Oktober 2014

Refleksi Kuliah Filsafat Ilmu Pertemuan ke-5 (bagian 2)



MENGENAL SEJARAH PEMIKIRAN FILSAFAT
(Bagian 2)
Tradisi filsafat Barat mengalami surut pada jaman pertengahan karena dominasi Gereja. Revolusi Copernicus dianggap sebagai pendobrak dan awal dari filsafat modern yang ditandai munculnya tokoh-tokoh Rene Descartes, David Hume, Immanuel Kant, dsb.
Zaman modern, dalam sejarah filsafat, dibagi ke dalam tiga priode. Pertama, diawali dengan zaman Renaisans sebagai pendobrak menuju zaman modern. Zaman Renaisans adalah era kelahiran kembali kebudayaan Yunani kuno yang terpendam, dilupakan atau dihilangkab pada masa Abad Pertengahan. Abad Pertengahan dipandang telah mengekang kemampuan berpikir dan berkreasi manusia. Walaupun ada pemikiran di Abad Pertengahan akan tetapi dikendalikan oleh gereja. Abad ini sering disebut Abad Gelap-nya Eropa. Namun demikian, orang-orang yang hidup pada jaman renaisans tidak hanya melahirkan kembali kebudayaan Yunani Kuno yang meletakkan manusia sebagai subjek, tetapi mereka menyusun metode baru serta membuatnya lebih baik dan lebih maju dalam memahami alam semesta, lingkungan dan dirinya sebagai individu yang memiliki kekuatan berpikir. Dari sinilah, zaman modern yang berkaca pada kebudayaan Yunan-Romawi kuno benar-benar lahir. Periode ketiga adalah zaman Pencerahan (abad 17 – 18) yang ditandai dengan munculnya Revolusi di Inggris dan Perancis. Orang-orang yang hidup pada abad ini memiliki keyakinan bahwa mereka mempunyai masa depan yang cerah dan bercahaya berkat rasio mereka sendiri.
Adalah Rene Descartes dikenal sebagai penggagas dan pelopor filsafat modern. Descartes dijuluki sebagai Bapak Filsafat Modern. Descartes meyakini bahwa sumber pengetahuan yang benar adalah rasio, bukan mitos, prasangka, omongan orang, ataupun wahyu seperti yang diyakini pada Abad Pertengahan. Descartes sangat yakin pada kemampuan rasio untuk mencapai kebenaran, karena baginya di luar rasio mengandung kelemahan dan kesangsian. Atas keyakinan pada rasio inilah Descartes membangun filsafatnya.
Rasio yang Descartes maksudkan adalah kesadaran (cogito). Pada jamannya, Descrates menemukan metode baru dalam filsafat yang disebutnya metode keraguan atau kesangsian (le doute methodique). Metode ini hanya sebuah jalan untuk menemukan kepastian dasariah dan kebenaran yang kokoh (fundamentum certum et inconcussum veritatis) mengenai suatu pengetahuan. Dengan metode ini, untuk menemukan kepastian dan kebenaran dalam filsafat, Descartes memulainya dengan meragukan segala sesuatu yang telah diketahuinya. Dengan kata lain, metode keraguan dipakai untuk mencari yang benar dan menyingkirkan yang salah. Ujaran Descartes yang paling popular adalah “aku berpikir, maka aku ada” (cogito ergo sum). Descartes menegaskan adanya tiga relaitas atau substansi bawaan (ide-ide bawaan), yaitu:
1). Realitas pikiran atau kesadaran (res cogitan). Menurut Descartes, pikiran sebagai ide bawaan sudah ada sejak kita dilahirkan. Selain itu, pikiran adalah kesadaran yang tidak mengambil tempat dan tak dapat dibagi-bagi menjadi bagian yang lebih kecil. Karena pikiran bukanlah materi melainkan jiwa yang berbeda dengan materi.
2)  Realitas perluasan atau materi (res extensor). Menurut Descartes, walaupun kadang menampakkan kesan yang menipu dan tidak selalu sempurna atau berubah, tetapi materi sudah ada sejak semulan. Materi merupakan keluasan yang mengambil tempat dan dapat dibagi-bagi serta tidak memiliki kesadaran.
3)  Realitas Tuhan. Bagi Descartes, Tuhan adalah wujud yang seluruhnya sempurna. Adanya realitas Tuhan disebabkan adanya kesadaran memiliki ide tentang yang sempurna, dan ketidaksempurnaan materi mengandaikan adanya yang sempurna. Yang sempurna itu adalah Tuhan, karenanya Tuhan termasuk ide bawaan.
Kritik atas Rasionalisme Descartes datang dari filsuf yang terkenal sebagai pemikir Empirisisme yang radikal dan skeptis, David Hume. Bagi Hume, manusia tidak memiliki ide-ide bawaan. Pengetahuan atau kesadaran yang terbentuk dalam diri manusia berasal dari pengalaman inderawi. Tidak ada pengetahuan yang tidak berasal dari pengalaman inderawi. Menurut Hume, pengetahuan yang berasal dari pengalaman inderawi diperoleh melalui persepsi, yang terdiri dari dua unsur yaitu:
1)        Kesan (impressions). Kesan diperoleh melalui pengalaman langsung (ketika sedang terjadi), baik pengalaman yang bersifat lahiriah maupun batiniah. Kesan ini sifatnya jelas, hidup, dan kuat. Misalnya, ketika tangan menyentuh api, maka tangan akan langsung terasa panas. Inilah yang dimaksud bahwa kesan itu jelas, hidup, dan kuat.
2)        Gagasan (ideas). Gagasan lahir karena adanya penggabungan, persekutuan atau pertautan antara kesan-kesan yang telah didapatkan sebelumnya. Dengan demikian, gagasan diperoleh secara tidak langsung dari pengalaman yang berbentuk “kesan”. Akan tetapi, gagasan ini sudah tidak sejelas, sehidup, dan sekuat kesan atau telah kabur. Misalnya, rasa panas sewaktu menyentuh api jauh lebih kuat, lebih hidup, dan lebih jelas daripada setelah menyentuh api kemudian merenungkannya.
Barangkali orang yang paling berpengaruh dalam sejarah filsafat modern adalah Immanuel Kant. Dengan pemikirannya yang brilliant, Kant telah merintis lahirnya aliran-aliran baru dalam sejarah filsafat modern seperti idealisme dan positivisme.  Kant juga dikenal sebagai orang yang mensintensiskan dua aliran besar pemikiran dalam filsafat yang selalu bertentangan yaitu rasionalisme dan empirisisme sehingga membentuk suatu aliran baru yang disebutnya kritisisme.
Rasionalisme meyakini bahwa sumber pengetahuan adalah akal (rasio) dan pengalaman hanya menegaskan apa yang ada dalam rasio. Sedangkan pandangan empirisme sebaliknya bahwa sumber pengetahuan adalah pengalaman inderawi. Sebelum ada pengalaman inderawi, akal kosong. Karenanya, pengalaman indrawilah yang mengisi kekosongan dalam akal. Menurut Kant, pandangan rasionalisme dan empirisisme ini masing-masing baru benar separuh. Artinya, keduanya tidak sepenuhnya benar. Kant meyakini dalam proses memperoleh pengetahuan, salahsatu keduanya tidak bisa dihilangkan. Artinya, jika tidak ada pengalaman inderawi, pengetahuan tidak akan diperoleh. Begitu juga jika tidak ada rasio, pengetahuan juga tidak akan didapat. Jadi, dalam pandangan Kant, rasio dan pengalaman memiliki peran dalam proses memperoleh pengetahuan yang benar. (Rahman, 2013:281)
Menurut Rahman (2013: 281), Kant menunjukkan bahwa pengetahuan memiliki hirarki. Hirarki terendah (tingkat pertama) adalah pengalaman “inderawi”, hirarki kedua adalah “rasio” sedangkan hirarki tertinggi adalah “intelek”. Pada tingkat pengalaman inderawi, menurut Kant, sebenarnya sudah ada dua unsur sebelum pengalaman (apriori) yaitu ruang dan waktu. Baginya, pengetahuan didapat karena ada unsur setelah pengalaman (aposteori) dan unsur apriori. Ruang dan waktu dipahami oleh Kant sebagai struktur-struktur intuitif yang ada dalam diri subyek (kita). Ruang dan waktu melekat pada rasio manusia. Pengalaman inderawi seperti melihat meja, sudah diikuti dengan hukum-hukum akal berupa ruang dan waktu. Selain memiliki ruang dan waktu, rasio memiliki kategori-kategori. Kategori dalam rasio ini menjadi alat yang mengolah data-data yang masuk melalui pengalamaninderawi menjadi sebuah pengetahuan. Kategori-kategori ini memiliki sikap apriori. Artinya, seperti halnya ruang dan waktu, katgoei-kategori ini inheren dalam diri subyek. Kant membedakan kategori-kategori tersebut menjadi 4 (empat) macam yaitu: (1) kuantitas, terdiri dari kesatuan, kejamakan, dan keutuhan; (2) kualitas, terdiri atas realitas, negasi dan pembatasan; (3) relasi, terdiri dari substansi, sebab-akibat (kausalitas) dan interaksi; dan (4) modalitas, terdiri dari kemungkinan/kemustahilan, ada/tiada, dan keniscayaan/kebetulan.

Referensi:
Marsigit.http://powermathematics.blogspot.com
Rahman, Masykur Arif. 2013. Buku Pintar Sejarah Filsafat Barat. Jogjakarta: IRCiSoD



Tidak ada komentar:

Posting Komentar