MENGENAL SEJARAH PEMIKIRAN FILSAFAT
(Bagian 2)
Tradisi filsafat Barat
mengalami surut pada jaman pertengahan karena dominasi Gereja. Revolusi
Copernicus dianggap sebagai pendobrak dan awal dari filsafat modern yang
ditandai munculnya tokoh-tokoh Rene Descartes, David Hume, Immanuel Kant, dsb.
Zaman modern, dalam sejarah
filsafat, dibagi ke dalam tiga priode. Pertama, diawali dengan zaman Renaisans
sebagai pendobrak menuju zaman modern. Zaman Renaisans adalah era kelahiran
kembali kebudayaan Yunani kuno yang terpendam, dilupakan atau dihilangkab pada
masa Abad Pertengahan. Abad Pertengahan dipandang telah mengekang kemampuan
berpikir dan berkreasi manusia. Walaupun ada pemikiran di Abad Pertengahan akan
tetapi dikendalikan oleh gereja. Abad ini sering disebut Abad Gelap-nya Eropa.
Namun demikian, orang-orang yang hidup pada jaman renaisans tidak hanya
melahirkan kembali kebudayaan Yunani Kuno yang meletakkan manusia sebagai
subjek, tetapi mereka menyusun metode baru serta membuatnya lebih baik dan
lebih maju dalam memahami alam semesta, lingkungan dan dirinya sebagai individu
yang memiliki kekuatan berpikir. Dari sinilah, zaman modern yang berkaca pada
kebudayaan Yunan-Romawi kuno benar-benar lahir. Periode ketiga adalah zaman
Pencerahan (abad 17 – 18) yang ditandai dengan munculnya Revolusi di Inggris
dan Perancis. Orang-orang yang hidup pada abad ini memiliki keyakinan bahwa
mereka mempunyai masa depan yang cerah dan bercahaya berkat rasio mereka
sendiri.
Adalah Rene Descartes dikenal
sebagai penggagas dan pelopor filsafat modern. Descartes dijuluki sebagai Bapak
Filsafat Modern. Descartes meyakini bahwa sumber pengetahuan yang benar adalah
rasio, bukan mitos, prasangka, omongan orang, ataupun wahyu seperti yang
diyakini pada Abad Pertengahan. Descartes sangat yakin pada kemampuan rasio
untuk mencapai kebenaran, karena baginya di luar rasio mengandung kelemahan dan
kesangsian. Atas keyakinan pada rasio inilah Descartes membangun filsafatnya.
Rasio yang Descartes maksudkan
adalah kesadaran (cogito). Pada
jamannya, Descrates menemukan metode baru dalam filsafat yang disebutnya metode
keraguan atau kesangsian (le doute
methodique). Metode ini hanya sebuah jalan untuk menemukan kepastian
dasariah dan kebenaran yang kokoh (fundamentum
certum et inconcussum veritatis) mengenai suatu pengetahuan. Dengan metode
ini, untuk menemukan kepastian dan kebenaran dalam filsafat, Descartes
memulainya dengan meragukan segala sesuatu yang telah diketahuinya. Dengan kata
lain, metode keraguan dipakai untuk mencari yang benar dan menyingkirkan yang
salah. Ujaran Descartes yang paling popular adalah “aku berpikir, maka aku ada”
(cogito ergo sum). Descartes
menegaskan adanya tiga relaitas atau substansi bawaan (ide-ide bawaan), yaitu:
1). Realitas pikiran atau kesadaran (res cogitan). Menurut Descartes, pikiran sebagai ide bawaan sudah
ada sejak kita dilahirkan. Selain itu, pikiran adalah kesadaran yang tidak
mengambil tempat dan tak dapat dibagi-bagi menjadi bagian yang lebih kecil.
Karena pikiran bukanlah materi melainkan jiwa yang berbeda dengan materi.
2) Realitas perluasan atau
materi (res extensor). Menurut Descartes,
walaupun kadang menampakkan kesan yang menipu dan tidak selalu sempurna atau
berubah, tetapi materi sudah ada sejak semulan. Materi merupakan keluasan yang
mengambil tempat dan dapat dibagi-bagi serta tidak memiliki kesadaran.
3) Realitas Tuhan. Bagi
Descartes, Tuhan adalah wujud yang seluruhnya sempurna. Adanya realitas Tuhan
disebabkan adanya kesadaran memiliki ide tentang yang sempurna, dan
ketidaksempurnaan materi mengandaikan adanya yang sempurna. Yang sempurna itu
adalah Tuhan, karenanya Tuhan termasuk ide bawaan.
Kritik atas Rasionalisme
Descartes datang dari filsuf yang terkenal sebagai pemikir Empirisisme yang
radikal dan skeptis, David Hume. Bagi Hume, manusia tidak memiliki ide-ide
bawaan. Pengetahuan atau kesadaran yang terbentuk dalam diri manusia berasal
dari pengalaman inderawi. Tidak ada pengetahuan yang tidak berasal dari
pengalaman inderawi. Menurut Hume, pengetahuan yang berasal dari pengalaman
inderawi diperoleh melalui persepsi, yang terdiri dari dua unsur yaitu:
1)
Kesan (impressions). Kesan diperoleh melalui pengalaman langsung (ketika
sedang terjadi), baik pengalaman yang bersifat lahiriah maupun batiniah. Kesan
ini sifatnya jelas, hidup, dan kuat. Misalnya, ketika tangan menyentuh api,
maka tangan akan langsung terasa panas. Inilah yang dimaksud bahwa kesan itu
jelas, hidup, dan kuat.
2)
Gagasan (ideas). Gagasan lahir karena adanya penggabungan, persekutuan atau
pertautan antara kesan-kesan yang telah didapatkan sebelumnya. Dengan demikian,
gagasan diperoleh secara tidak langsung dari pengalaman yang berbentuk “kesan”.
Akan tetapi, gagasan ini sudah tidak sejelas, sehidup, dan sekuat kesan atau
telah kabur. Misalnya, rasa panas sewaktu menyentuh api jauh lebih kuat, lebih
hidup, dan lebih jelas daripada setelah menyentuh api kemudian merenungkannya.
Barangkali orang yang paling
berpengaruh dalam sejarah filsafat modern adalah Immanuel Kant. Dengan pemikirannya
yang brilliant, Kant telah merintis lahirnya aliran-aliran baru dalam sejarah
filsafat modern seperti idealisme dan positivisme. Kant juga dikenal sebagai orang yang
mensintensiskan dua aliran besar pemikiran dalam filsafat yang selalu
bertentangan yaitu rasionalisme dan empirisisme sehingga membentuk suatu aliran
baru yang disebutnya kritisisme.
Rasionalisme meyakini bahwa
sumber pengetahuan adalah akal (rasio) dan pengalaman hanya menegaskan apa yang
ada dalam rasio. Sedangkan pandangan empirisme sebaliknya bahwa sumber pengetahuan
adalah pengalaman inderawi. Sebelum ada pengalaman inderawi, akal kosong. Karenanya,
pengalaman indrawilah yang mengisi kekosongan dalam akal. Menurut Kant,
pandangan rasionalisme dan empirisisme ini masing-masing baru benar separuh. Artinya,
keduanya tidak sepenuhnya benar. Kant meyakini dalam proses memperoleh
pengetahuan, salahsatu keduanya tidak bisa dihilangkan. Artinya, jika tidak ada
pengalaman inderawi, pengetahuan tidak akan diperoleh. Begitu juga jika tidak
ada rasio, pengetahuan juga tidak akan didapat. Jadi, dalam pandangan Kant,
rasio dan pengalaman memiliki peran dalam proses memperoleh pengetahuan yang benar.
(Rahman, 2013:281)
Menurut Rahman (2013: 281), Kant
menunjukkan bahwa pengetahuan memiliki hirarki. Hirarki terendah (tingkat
pertama) adalah pengalaman “inderawi”, hirarki kedua adalah “rasio” sedangkan
hirarki tertinggi adalah “intelek”. Pada tingkat pengalaman inderawi, menurut
Kant, sebenarnya sudah ada dua unsur sebelum pengalaman (apriori) yaitu ruang
dan waktu. Baginya, pengetahuan didapat karena ada unsur setelah pengalaman
(aposteori) dan unsur apriori. Ruang dan waktu dipahami oleh Kant sebagai
struktur-struktur intuitif yang ada dalam diri subyek (kita). Ruang dan waktu
melekat pada rasio manusia. Pengalaman inderawi seperti melihat meja, sudah
diikuti dengan hukum-hukum akal berupa ruang dan waktu. Selain memiliki ruang dan
waktu, rasio memiliki kategori-kategori. Kategori dalam rasio ini menjadi alat
yang mengolah data-data yang masuk melalui pengalamaninderawi menjadi sebuah
pengetahuan. Kategori-kategori ini memiliki sikap apriori. Artinya, seperti
halnya ruang dan waktu, katgoei-kategori ini inheren dalam diri subyek. Kant
membedakan kategori-kategori tersebut menjadi 4 (empat) macam yaitu: (1) kuantitas,
terdiri dari kesatuan, kejamakan, dan keutuhan; (2) kualitas, terdiri atas
realitas, negasi dan pembatasan; (3) relasi, terdiri dari substansi,
sebab-akibat (kausalitas) dan interaksi; dan (4) modalitas, terdiri dari
kemungkinan/kemustahilan, ada/tiada, dan keniscayaan/kebetulan.
Referensi:
Marsigit.http://powermathematics.blogspot.com
Rahman, Masykur Arif. 2013. Buku Pintar Sejarah Filsafat Barat. Jogjakarta: IRCiSoD
Tidak ada komentar:
Posting Komentar